MelonHidroponik Peluang Usaha Budidaya Pertanian Modern. 08125222117 SMS/WA. Toko Pertanian Online Belanja Tani jual benih melon berkualitas Artikel Menanam Bawang Merah di Air atau Hidroponik Dengan Mudah Azis Muhammad Nur (2021) Analisa Laju Aliran Kalor Pada Inkubator Penetas Telur Ayam Otomatis Menggunakan Thermostat Digital. Other thesis, Universitas Islam Riau. Aziz, Ramdhan Abdul (2021) Analisis Peranan Usaha Budidaya Ikan Lele Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Sialang Kubang Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar. AnalisaUsaha akan Selalu ada di era kemajuan ini apa lagi dengan berkembangnya teknologi yang luar biasa, kita bisa dengan gampang untuk menemukan inspirasi Peluang Usaha yang akan kita kerjakan melalui refensi blog pertanian tentunya. Oleh sebab itu saya bahas kali ini adalah Peluang Usaha di sektor pertanian. Dengan berjalannya waktu dan SISTEMHIDROPONIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium AscalonicumL.) S K R I P S I Budidaya Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. Widjaja-Adhi, I P.G. 1988. Physical And Chemical Characteristic Of Peat Soil Of Indon May 7th, 2022 EFEKTIVITAS KOMPOSISI MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN MlhZwJ2. p>The objectives of this research are 1 to analyze the characteristics of farmers and the performance of shallot farming and 2 to analyze the profitability of shallot farming in production centers in Java. The research was conducted in Cirebon, Brebes, and Tegal regency with the number of respondents each of 40 farmers. Farm profitability level indicated by R/C ratio in every season rainy season, first dry season and second dry season during 2013/2014. The results showed that shallot farming in Cirebon, Brebes, and Tegal feasible and profitable to cultivate in every season. Farmers in Cirebon had the biggest gain in the second dry season of Rp 47 million per hectare with R/C of Farmers in Brebes had the biggest gain in the first dry season amounted to Rp 23 million per hectare with R/C of Farmers in Tegal had the biggest gain in the rainy season of Rp 31 million per hectare with R/C of 1 maka usaha layak dilaksanakan b. R/C < 1 maka usaha tidak layak dilaksanakan c. R/C = 1 maka usaha impas tidak untung maupun rugi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Bawang Merah Karakteristik dari masing-masing petani berbeda-beda dan dapat mempengaruhi keragaan usahatani dari aspek teknik budidaya sehingga akan berpengaruh juga terhadap produksi yang dihasilkan. Karakteristik petani Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 252 responden yang dianggap penting untuk diketahui diantaranya umur, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan, luas lahan dan pola tanam. Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar petani berada dalam kisaran umur 40-59 tahun. Sebaran umur petani di Kabupaten Cirebon dan Brebes relatif sama yaitu paling banyak pada rentang usia 40-49 tahun, sedangkan di Kabupaten Tegal sebaran umur petani terbesar pada kisaran umur 50-59 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon dan Brebes masih dilakukan oleh petani pada usia produktif. Usia produktif adalah usia yang paling tepat untuk menjalankan aktifitas-aktifitas bekerja seperti bertani karena secara fisik masih baik, memiliki semangat tinggi dan adanya kewajiban untuk menghidupi keluarga. Sementara itu, petani di Kabupaten Tegal ternyata sudah melewati masa produktif karena sebagian besar petani berusia di atas 50 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan formal, pendidikan petani sangat beragam mulai dari sekolah dasar SD sampai lulusan perguruan tinggi. Akan tetapi masih ditemui petani yang tidak menyelesaikan masa studi sekolah dasarnya, bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. Petani dengan pendidikan sekolah dasar relatif lebih banyak jumlahnya di Kabupaten Cirebon dan Tegal. Sementara itu, di Kabupaten Brebes petani didominasi oleh petani dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas SMA. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir petani dan tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tabel 2. Karakteristik Petani Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Pengalaman Bertani tahun Sumber PKHT, 2014 Diolah Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 253 Pengalaman bertani petani bawang merah di Kabupaten Brebes relatif lebih lama daripada petani di Kabupaten Cirebon dan Tegal. Pengalaman petani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam melakukan usahatani bawang merah antara 11-30 tahun sedangkan di Kabupaten Cirebon dan Tegal sebagian besar berkisar antara 1-10 tahun. Usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes relatif lebih lama dikembangkan sehingga banyak petani yang sudah lama membudidayakan bawang merah baik secara mandiri maupun dari usaha turun temurun orang tua. Penguasaan lahan untuk budidaya bawang merah relatif kecil yaitu masih dibawah satu hektar. Sebagian besar petani di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal mengusahakan bawang merah pada lahan dibawah 0,5 hektar. Status kepemilikan lahan didominasi oleh lahan milik sendiri untuk di Kabupaten Brebes dan Tegal. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon didominasi oleh lahan sewa. Biaya sewa lahan di ketiga lokasi penelitian bervariasi. Rata-rata sewa lahan per tahun di Kabupaten Cirebon sebesar Rp di Kabupaten Brebes Rp dan di Kabupaten Tegal Rp Keseluruhan lahan yang dimiliki petani responden di tiga lokasi penelitian merupakan lahan sawah dengan irigasi konvensional dan semi teknis. Keragaan Usahatani Bawang Merah Budidaya bawang merah yang dilakukan oleh petani di tiga lokasi penelitian sebagian besar dilakukan secara monokultur. Akan tetapi, ada beberapa petani yang juga melakukan tumpangsari dengan tanaman lain seperti cabai atau terong. Dalam satu tahun, rata-rata petani menanam bawang merah 2-3 kali dalam setahun karena umur panennya yang singkat yaitu 55-60 hari. Penanaman bawang merah di ketiga lokasi penelitian banyak dilakukan di daerah dataran rendah. Menurut Putrasamedja 2010, ketinggian lokasi penanaman bawang merah yang ideal berkisar antara 4-300 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian ini, produksi yang dihasilkan bisa optimum dan umur panennya lebih genjah. Di Kabupaten Tegal, budidaya bawang merah dilakukan tidak hanya di daerah dataran rendah tetapi juga pada lahan dataran tinggi. Di dataran tinggi umur panen bawang merah lebih lama yaitu 90 hari. Petani di dataran tinggi membudidayakan bawang merah hanya satu kali dalam satu tahun. Hal ini dikarenakan petani juga menanam sayuran lain seperti kubis, bawang daun, cabai, dan sebagainya. Petani mempertimbangkan ketersediaan air dalam melakukan penanaman bawang merah karena bawang merah merupakan tanaman yang membutuhkan banyak air. Petani di lokasi penelitian menanam bawang merah pada musim hujan dan musim kemarau I dimana pada musim ini ketersediaan air melimpah. Namun sebagian besar petani menanam pada musim kemarau I karena pada musim hujan petani lebih memilih menanam padi. Beberapa petani juga menanam pada musim kemarau II apabila air untuk irigasi cukup tersedia. Pada saat musim kemarau, apabila tidak terdapat air irigasi, petani masih bisa menanam bawang merah dengan menggunakan irigasi dari sumur pompa yang dibuat oleh petani. Jika ketersediaan air irigasi tidak memadai maka lahan tersebut tidak ditanami bawang merah. Petani akan menanaminya dengan tanaman jagung atau membiarkan bera sampai musim hujan tiba. Tanaman bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang sangat peka terhadap hujan dan kekeringan Widyantara dan Yasa 2013. Petani menanam bawang merah pada bulan Oktober/November, April/Mei, dan Juni/Juli, dimana pada bulan-bulan ini intensitas hujan tidak tinggi. Menurut Purba 2014, penanaman pada bulan Juli-September merupakan waktu yang terbaik yang dapat memberikan hasil optimal bawang merah, sedangkan penanaman pada bulan Januari-Februari merupakan musim terburuk. Secara umum pola tanam yang ditemukan di tiga lokasi penelitian hampir sama yaitu sebagai berikut 1. Bawang Merah - Bawang Merah - Bawang Merah - Jagung 2. Padi - Bawang Merah - Bawang Merah - Bera Produksi bawang merah yang diusahakan petani bervariasi antar daerah dan antar musim Tabel 3. Kabupaten Cirebon memiliki produktivitas bawang merah yang lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Brebes dan Tegal. Kabupaten Brebes memiliki produktivitas bawang merah terendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Produktivitas bawang merah di Kabupaten Cirebon berkisar antara 11,3-14,1 ton/ha. Produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes berkisar antara 8,2-8,8 ton/ha sedang di Kabupaten Tegal produktivitasnya lebih tinggi yaitu berkisar antara 8,7-9,8 ton/ha. Rendahnya produktivitas bawang merah di Kab. Brebes diduga karena intensitas penanaman Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 254 Tabel 3. Produktivitas Bawang Merah Per Musim di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah bawang merah yang relatif lebih sering dibanding kabupaten lain. Tingginya intensitas penanaman bawang merah pada lahan yang sama menyebabkan kesuburan lahan berkurang karena budidaya bawang merah juga intensif dalam penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia. Dilihat berdasarkan musim, produktivitas bawang merah terbesar terjadi pada musim kemarau. Di Kabupaten Cirebon dan Tegal, produktivitas tertinggi dicapai pada musim kemarau II yaitu sebesar 14,1 ton/ha untuk Kabupaten Cirebon dan 9,8 ton/ha untuk Kabupaten Tegal. Sementara itu, produktivitas tertinggi di Kabupaten Brebes dicapai pada musim kemarau I dengan produktivitas sebesar 8,9 ton/ha. Produktivitas bawang merah terendah di ketiga lokasi penelitian dicapai pada musim hujan. Pada musim hujan, bawang merah banyak terkena penyakit yaitu layu daun dengan gejala daun bawang merah layu secara tiba-tiba setelah terkena air hujan. Menurut petani penyakit ini sangat sering menyerang ketika musim hujan dan belum ada alternatif cara mengatasinya. Hal ini yang menyebabkan produksi bawang merah pada musim penghujan menurun. Hasil panen bawang merah yang dihasilkan oleh petani sebagian besar dijual sebagai bawang merah konsumsi. Diantara hasil produksi tersebut, petani juga menyisihkan sebagian hasil panen untuk dijadikan benih pada musim tanam selanjutnya. Rata-rata petani di Kabupaten Cirebon menyisihkan 19 persen hasil panennya untuk disimpan menjadi benih, petani di Kabupaten Brebes menyisihkan 28 persen dan petani di Kabupaten Tegal menyisihkan 38 persen. Benih yang digunakan berupa umbi bawang merah yang sudah mengalami penyimpanan selama 2 bulan. Petani membutuhkan benih bawang merah rata-rata sebanyak 1,64 ton/ha. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes 2011, jumlah kebutuhan bawang merah per hektar mencapai 1,5 ton. Jumlah kebutuhan benih ini bervariasi tergantung dengan besar kecilnya umbi bawang merah yang digunakan untuk benih. Petani bawang merah di Kabupaten Brebes dan Tegal menggunakan benih seluruhnya dari varietas lokal. Petani di Kabupaten Brebes menggunakan benih lokal varietas Bima Brebes. Petani di Kabupaten Tegal menggunakan varietas Bima Brebes dan varietas Sumenep. Varietas Bima Brebes banyak digunakan petani bawang merah di dataran rendah, sedangkan varietas Sumenep banyak digunakan petani bawang merah di dataran tinggi. Petani di Kabupaten Cirebon menggunakan benih varietas lokal dan juga benih impor. Benih varietas lokal yang digunakan adalah varietas Bima Brebes dan verietas Timur. Varietas Bima Brebes relatif lebih banyak digunakan oleh petani dibandingkan varietas Timur. Sementara itu, benih impor yang digunakan petani adalah varietas Ilocost dan Super Philip. Penggunaan benih impor saat ini sudah sangat jarang dilakukan oleh petani di Kabupaten Cirebon yang menggunakan benih impor karena ketersediaan benih impor terbatas dan pemasarannya pun juga terbatas. Selain itu, petani juga lebih menyukai bawang merah lokal daripada impor karena bawang merah lokal lebih mudah dalam pemasarannya dan lebih disukai oleh masyrakat karena memiliki aroma dan rasa yang lebih baik daripada bawang merah impor. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian Basuki 2009a yang menyebutkan bahwa dalam hal daya hasil, jumlah anakan, bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, dan aroma varietas lokal Bima Brebes lebih disukai petani dibanding varietas impor. Selain itu, varietas lokal Bima Brebes lebih mudah dijual atau dipasarkan, dapat dibibitkan lagi, dan dapat ditanam pada musim kemarau maupun hujan. Sumber benih varietas lokal yang digunakan petani sebagian besar berasal dari benih yang dihasilkan petani sendiri dari penanaman sebelumnya. Ada pula beberapa petani yang membeli ke petani lain. Menurut Basuki 2010, Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 255 benih hasil produksi petani kualitasnya cukup baik yang tercermin dari daya tumbuh 99,1%, tingkat infeksi oleh penyakit tular benih 1,7%, dan persentase kemurnian varietas 99,3%. Banyaknya petani yang memproduksi sendiri benih bawang merah disebabkan oleh harga benih yang sangat mahal, pembuatan benih tidaklah sulit serta produksinya tidak berbeda jauh dari benih yang baru Darwis et al 2004. Petani menggunakan pupuk organik maupun kimia dalam budidaya bawang merah. Pupuk organik yang digunakan petani berasal dari pupuk organik pabrikan. Rata-rata penggunaan pupuk organik ini sebesar 1,3 ton/ha. Petani lebih banyak menggunakan pupuk organik pabrikan daripada pupuk kandang. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam memperoleh pupuk organik tersebut. Pupuk organik sangat mudah diperoleh karena tersedia di kios-kios pupuk. Penggunaan pupuk kimia pada budidaya bawang merah di tiga lokasi penelitian juga cukup beragam. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes 2011 dalam budidaya bawang merah diperlukan pupuk diantaranya SP36/TSP sebanyak 300 kg/ha, KCl sebanyak 120 kg/ha, Urea sebanyak 120 kg/ha, ZA sebanyak 220 kg/ha, Kamas sebanyak 120 kg/ha, dan NPK DAP sebanyak 200 kg/ha. Hasil penelitian Tabel 4 menunjukkan petani menggunakan pupuk urea, KCl dan NPK DAP lebih dari anjuran yang disarankan. Sementara itu, petani menggunakan pupuk SP36/TSP, ZA dan Kamas masih dibawah dosis anjuran menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes 2011. Pemupukan sebagian besar dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada 10, 20, dan 30 hari setelah tanam. Obat-obatan atau pestisida yang digunakan oleh petani terdiri dari insektisida, fungisida, dan herbisida. Insektisida banyak digunakan pada musim kemarau karena pada musim ini serangan hama seperti ulat relatif lebih banyak. Penggunaan insektisida pada usahatani bawang merah masih dilakukan secara intensif di ketiga lokasi penelitian. Penyemprotan insektisida mulai dilakukan pada 10 hari setelah tanam dengan frekuensi penyemprotan dua atau tiga hari sekali. Penyemprotan akan terus dilakukan sampai bawang merah menjelang panen. Hal ini dilakukan petani untuk mencegah serangan ulat daun yang banyak menyerang tanaman bawang merah. Penggunaan insektisida yang intensif ini dipicu karena adanya resistensi pada hama ulat yang menyerang bawang merah sehingga penggunaan insektisida dilakukan secara berlebihan Moekasan dan Basuki 2007. Selain itu menurut Basuki 2009b, petani bawang merah juga memiliki keterbatasan pengetahuan dalam mengenali pestisida yang sesuai untuk pengendalian hama ulat sehingga penggunaan pestisida sangat beragam. Budidaya bawang merah masih sangat membutuhkan banyak tenaga kerja manusia dari proses pengolahan lahan sampai pemanenan. Kebutuhan tenaga kerja ini diperoleh dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga digunakan pada kegiatan pemeliharaan seperti penyemprotan, penyiangan, penyiraman, dan pemupukan. Sementara itu tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan lahan, penanaman, dan pemanenan lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari luar. Kegiatan pengolahan lahan sampai siap tanam dikerjakan dengan dengan menggunakan sistem upah harian atau sistem borongan. Rata-rata kebutuhan tenaga kerja usahatani bawang merah di Brebes 390 HOK, di Cirebon 246 HOK, dan di Tegal 234 HOK. Tabel 4. Jumlah Penggunan Pupuk pada Budidaya Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 256 Jam kerja untuk buruh tani baik pria maupun wanita di ketiga lokasi penelitian adalah 5 jam per hari dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 12 siang. Upah tenaga kerja di Kabupaten Cirebon dan Brebes relatif sama. Upah tenaga kerja pria rata-rata Rp sedangkan untuk tenaga kerja wanita Rp Petani biasanya juga mengeluarkan biaya konsumsi untuk tenaga kerja sebesar Rp per hari. Di Kabupaten Tegal, upah tenaga kerja untuk buruh tani daerah dataran rendah berbeda dengan upah buruh tani di dataran tinggi. Upah buruh tani daerah dtaran tinggi relatif lebih murah. Upah tenaga kerja buruh tani untuk daerah dataran rendah rata-rata Rp - untuk pria dan Rp - untuk wanita. Sementara itu, upah tenaga kerja buruh tani untuk daerah dataran tinggi rata-rata Rp - untuk pria dan Rp - untuk wanita. Profitabilitas Usahatani Bawang Merah Dua komponen penting dalam menghitung profitabilitas usahatani bawang merah adalah penerimaan dan biaya usahatani bawang merah. Dalam penelitian ini, komponen biaya yang dihitung merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani biaya tunai. Biaya usahatani tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu a biaya sarana produksi, b biaya tenaga kerja dan c biaya lainnya. Biaya sarana produksi terdiri dari biaya untuk pembelian benih, pupuk, dan obat-obatan. Biaya tenaga kerja merupakan jumlah upah yang dibayarkan terhadap penggunaan tenaga kerja di luar keluarga baik berupa uang tunai maupun natura. Biaya lain-lain mencakup biaya iuran irigasi, biaya bahan bakar mesin pompa, biaya sewa lahan, pajak tanah dan biaya lain yang terkait. Komponen biaya dalam usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pengeluaran biaya usahatani bawang merah di ketiga lokasi bervariasi. Pengeluaran usahatani di Kabupaten Cirebon relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten Brebes maupun Tegal. Rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp Sementara itu, rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan di Kabupaten Brebes sebesar Rp dan di Kabupaten Tegal sebesar Rp Tingginya biaya usahatani di Kabupaten Cirebon salah satunya dipengaruhi oleh tingginya harga benih bawang merah. Harga benih bawang merah di Kabupaten Cirebon relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan Kabupaten Brebes atau Tegal. Rata-rata harga benih bawang merah di Kabupaten Cirebon Rp di Kabupaten Brebes Rp dan di Kabupaten Tegal Rp Pengeluaran terbesar usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon terjadi pada musim kemarau II. Hal ini dikarenakan pengeluaran untuk tenaga kerja di luar keluarga dan biaya bahan bakar untuk pengairan pompa lebih tinggi dibandingkan musim lainnya. Sementara itu, di Kabupaten Brebes dan Tegal, pengeluaran usahatani terbesar terjadi pada musim hujan. Hal ini bisa terjadi karena di kedua lokasi tersebut pengeluaran untuk benih pada musim hujan cenderung lebih besar dibandingkan musim lainnya. Harga benih pada musim kemarau cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan musim lainnya. Selain itu, kebutuhan tenaga kerja luar keluarga juga meningkat terutama untuk kegiatan perawatan sehingga pengeluaran untuk tenaga kerja relatif besar. Komponen pengeluaran terbesar dalam usahatani bawang merah adalah untuk sarana produksi berkisar antara 51,19-63,80 persen. Dari komponen biaya sarana produksi ini, pembelian benih merupakan komponen pengeluaran yang paling besar. Dilihat berdasarkan pengeluaran total maka pengeluaran untuk benih berkisar antara 27,46-44,36 persen dengan rata-rata sebesar 37,80 persen. Selain biaya pembelian benih, upah tenaga kerja juga menjadi komponen pengeluaran terbesar dalam usahatani bawang merah. Pengeluaran untuk upah tenaga kerja berkisar antara 31,75-41,91 persen dengan rata-rata sebesar 35,55 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pengeluaran terbesar pada usahatani bawang merah digunakan untuk benih dan tenaga kerja Nurasa dan Darwis 2007; Asih 2009; Mayowani dan Darwis 2010; Purmiyati 2002. Perbedaan pada struktur biaya menunjukkan adanya perbedaan dalam penggunaan sarana produksi pertanian, perbedaan harga input dan perbedaan tingkat upah antar lokasi. Faktor kondisi alam seperti intensitas serangan hama dan penyakit atau kekeringan juga berpengaruh terhadap pengeluaran usahatani. Akan tetapi pola proporsi pengeluaran pada ketiga lokasi tersebut relatif sama yaitu proporsi terbesar untuk sarana produksi, kedua untuk tenaga kerja dan ketiga biaya lainnya. Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 257 Tabel 5. Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah Tabel 6. Profitabilitas Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah Penerimaan usahatani bawang merah pada penelitian ini merupakan hasil kali dari jumlah bawang merah yang dijual petani dengan harga yang berlaku yang diterima petani. Bawang merah yang dihasilkan oleh petani ada beberapa yang disisihkan untuk benih. Oleh karena itu dalam penghitungan penerimaan, output bawang merah merupakan jumlah bawang merah yang dijual oleh petani. Penerimaan usahatani bawang merah terbesar ada di Kabupaten Cirebon dengan rata-rata penerimaan Rp Penerimaan usahatani tertinggi dicapai pada musim kemarau II dimana pada musim ini produksi yang dijual relatif lebih banyak dan harga jualnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya. Penerimaan usahatani di Kabupaten Tegal merupakan terbesar kedua dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp Penerimaan usahatani tertinggi dicapai pada musim hujan dimana pada musim ini produksi yang dijual relatif lebih sedikit dibandingkan dengan musim lainnya namun dengan harga jual yang jauh lebih besar. Kabupaten Brebes memiliki rata-rata penerimaan yang lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Cirebon dan Tegal. Rata-rata penerimaan usahatani di Brebes sebesar Rp Rendahnya penerimaan yang diperoleh petani di Kabupaten Brebes ini dikarenakan produksi yang dijual relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan Kabupaten Cirebon maupun Tegal. Penerimaan usahatani Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 258 tertinggi dicapai pada musim kemarau I dimana pada musim ini produksi yang dijual relatif lebih banyak dibandingkan dengan musim lainnya dan harga jual juga cukup tinggi. Rata-rata keuntungan usahatani yang diperoleh petani di Kabupaten Cirebon lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Brebes dan Tegal. Rata-rata keuntungan usahatani di Kabupaten Cirebon sebesar Rp di Kabupaten Tegal Rp dan di Kabupaten Brebes Rp Perbedaan keuntungan di setiap daerah ini dikarenakan adanya variasi tingkat produktivitas, harga produk, dan biaya usahatani di masing-masing daerah. Usahatani bawang merah pada musim hujan, musim kemarau I dan musim kemarau II secara umum semuanya menguntungkan. Ketiga lokasi memiliki pola yang berbeda. Keuntungan usahatani terbesar dicapai pada musim kemarau II untuk Kabupaten Cirebon, musim kemarau I untuk Kabupaten Brebes, dan musim hujan untuk Kabupaten Tegal. Kecenderungan di beberapa daerah lainnya menunjukkan bahwa keuntungan usahatani bawang merah terbesar dicapai pada musim kemarau. Hasil penelitian Widyantara dan Yasa 2013 menunjukkan bahwa pendapatan bersih petani bawang merah di Kintamani, Bali, pada musim hujan Rp lebih kecil daripada musim kemarau Rp Akan tetapi tingkat risiko yang dihadapi petani pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Rachman et al 2004 yaitu keuntungan usahatani bawang merah di Indramayu dan Majalengka tertinggi dicapai pada musim kemarau II karenakan rata-rata produksi dan harga bawang merah pada musim kemarau II lebih tinggi dibanding musim lainnya. Usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal secara finansial layak dan menguntungkan untuk diusahakan pada setiap musim. Nilai R/C yang diperoleh pada setiap musim menunjukkan lebih dari satu yang berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Akan tetapi nilai R/C yang diperoleh di ketiga lokasi penelitian tersebut masih mendekati satu. Hal ini mengindikasikan bahwa gejolak perubahan harga baik harga output maupun harga input akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani petani bawang merah. Petani rentan mengalami kerugian apabila terjadi lonjakan harga input atau penurunan harga output. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Petani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal masih didominasi pada retang usia produktif yaitu usia 40-59 tahun. Sebagian besar pendidikan petani adalah sekolah dasar. Pengalaman bertani bawang merah petani di Kabupaten Brebes cukup lama yaitu 11-30 tahun sedangkan petani di Kabupaten Cirebon dan Tegal berkisar antara 1-10 tahun. Penguasaan lahan untuk usahatani bawang merah masih dibawah 0,5 hektar yang terdiri dari lahan milik sendiri maupun lahan sewa. Pengeluaran usahatani di Kabupaten Cirebon relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten Brebes maupun Tegal. Rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp Sementara itu, rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan di Kabupaten Brebes sebesar Rp dan di Kabupaten Tegal sebesar Rp Komponen pengeluaran terbesar dalam usahatani bawang merah adalah untuk pembelian benih dan upah tenaga kerja. Pengeluaran untuk benih berkisar antara 27,46-44,36 persen dengan rata-rata sebesar 37,80 persen. Pengeluaran untuk upah tenaga kerja berkisar antara 31,75-41,91 persen dengan rata-rata sebesar 35,55 persen. Rata-rata keuntungan usahatani di Kabupaten Cirebon sebesar Rp di Kabupaten Tegal Rp dan di Kabupaten Brebes Rp Usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal secara finansial layak dan menguntungkan untuk diusahakan pada setiap musim karena nilai R/C yang diperoleh pada setiap musim menunjukkan lebih dari satu. Saran 1. Dalam rangka peningkatan produksi maka pengembangan bawang merah diarahkan pada produksi di luar musim off season dengan cara perakitan varietas tahan musim hujan dan diseminasi varietas tahan musim hujan yang sudah ada. 2. Supaya pasokan bawang merah dalam negeri stabil maka perlu dibuat kalender tanam pada setiap daerah sentra dengan menyesuaikan agroekosistem dan musim serta saling terkoordiasi antara satu daerah dengan daerah yang lain. 3. Penting untuk dilakukan pembinaan dan pembentukan penangkar benih bersertifikat Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 259 yang lebih banyak untuk menghasilkan pasokan benih yang lebih banyak, kontinu, dan berkualitas untuk mengatasi kelangkaan ketersediaan benih dan mengatasi lonjakan harga benih pada musim-musim di luar tanam. DAFTAR PUSTAKA Asih DN. 2009. Analisis karakteristik dan tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Sulawesi Tengah. J. Agroland 161 53-59. Asmara R dan Ardhiani R. 2010. Integrasi pasar dalam sistem pemasaran bawang merah. AGRISE 103 164-176 Basuki RS. 2009a. Analisis tingkat preferensi petani terhadap karakterisitik hasil dan kualitas bawang merah varietas lokal dan impor. J. Hort. 192237-248. _________. 2009b. Pengetahuan petani dan keefektifan penggunaan insektisida oleh petani dalam pengendalian ulat Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah di Brebes dan Cirebon. J. Hort. 194459-474. _________. 2010. Sistem pengadaan dan distribusi benih bawang merah pada tingkat petani di Kabupaten Brebes. J. Hort. 202186-195. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan indeks harga konsumen/inflasi. Berita Resmi Statistik No 48/08/Th. XVI, 1 Agustus 2013. Jakarta ID Badan Pusat Statistik. Darwis V, Irawan B, Muslim C. 2004. Keragaan Benih Hortikultura di Tingkat Produsen dan Konsumen Studi Kasus Bawang Merah, Cabai Merah, Kubis, dan Kentang. SOCA 42 1-18 [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Jakarta ID Departemen Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes. 2011. Standar Operasional Prosedur Budidaya Bawang Merah Allium ascalonicum L. Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Brebes ID Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes. [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2015. Tabel Harga Pokok Kebutuhan Nasional. Diakses di pada hari Selasa, Tanggal 20 Januari 2015 Pukul WIB Nurasa T dan Darwis V. 2007. Analisis usahatani dan keragaan marjin pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Jurnal Akta Agrosia 101 40-48. Mayrowani H dan Darwis V. 2010. Perspektif pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di dalam Suradisastra K, Simatupang P, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani; 2009 Okt 14; Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 169-186. Moekasan TK, Basuki RS. 2007. Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebut. J. Hort. 174343-354 Natawidjaja 2007. Pengembangan komoditas bernilai tinggi high value commodity untuk meningkatkan pendapatan petani. Di dalam Suradisastra K, Yusdja Y, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Mencari Alternatif Arah pengembangan Ekonomi Rakyat. 2007 Desember 04; Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 17-29. Putrasamedja S. 2010. Pengujian beberapa klon bawang merah dataran tinggi. Jurnal Pembangunan Pedesaan 102 86-92. Purba R, Astuti Y. 2013. Paket teknologi bawang merah di luar musim tanam di Pandeglang Banten. AGRITECH 152 105-113. Purba R. 2014. Produksi dan keuntungan usahatani empat varietas bawang merah di luar musim off –season di Kabupaten Serang, Banten. Agriekonomika 31 55-64 Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 260 Purmiyati S. 2002. Analisis produksi dan daya saing bawang merah di Kabupaten Brebes Jawa Tengah [tesis]. Bogor ID Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2013. Outlook Bawang Merah. Jakarta ID Departemen Pertanian. Rachman HPS, Supriyati, Saptana, Rachman B. 2004. Efisiensi dan daya saing usahatani hortikultura. Di dalam Saliem HP, Basuno E, Sayaka B, Sejati WK, editor. Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 50-82. Sayaka B, Supriatna Y. 2010. Kemitraan pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah kasus PT Indofood Sukses Makmur. Di dalam Suradisastra K, Simatupang P, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani; 2009 Okt 14; Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 187-201. Widyantara W, Yasa NS. 2013. Iklim sangat berpengaruh terhadap risiko produksi usahatani bawang merah Allium ascalonicum L. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata 21 32-37. Winarso B. 2003. Dinamika perkembangan harga hubungannya dengan tingkat keterpaduan antarpasar dalam menciptakan efisiensi pemasaran komoditas bawang merah. Jurnal Ilmiah Kesatuan 41 7-16. ... MIR or contribution margin ratio can be obtained from profit sharing contribution with sales revenue above variable costs Endriansyah et al., 2018. The higher the MIR value, the better the company's condition because the company's ability to cover fixed costs and earn profits will be greater Fuad et al., 2006 and Aldila et al., 2017. According to Mulyadi 1999, if the Margin of Safety MOS is linked to the Margin Income Ratio MIR, this Margin of Safety figure will be directly related to profit, so that the greater the MOS and MIR value of a business, the greater the ability to attempts to make a profit, and vice versa. ...... Based on Table 5 above, it can be explained that the margin income ratio for vanname shrimp cultivation in the Wahana Biru business group is while the average margin income ratio for group members is The higher the value of the Margin Income Ratio MIR, the better the condition of the company because the company's ability to cover fixed costs and earn profits will be greater Fuad et al., 2006 and Aldila et al., 2017. ...Adhiana AdhianaRita ArianiNovi KurniaThe fisheries sector is a sector that plays a very important role in the economy of the community in Bireuen District, Aceh Province because it has great potential for the development of fishery areas. One of the businesses that is developing in the fisheries sector is the pond business, and Bireuen Regency is one of the regions that has consistently developed pond cultivation businesses, especially vannamei shrimp. However, there is a problem in developing vanamei shrimp, namely the price of feed is relatively high compared to the selling price, therefore it is necessary to analyze the profitability of the vanamei shrimp farming business. This study aims to determine the level of profitability obtained by vannamei shrimp farming in tarpaulin ponds in Jangka District, Bireuen Regency. Test result the profitability of the vannamei shrimp business in the Term District of Bireuen Regency to farmers who use tarpaulin ponds who are members of the Wahana Biru business group is that the percentagethe profits obtained by farmers are very profitable with a profitability percentage of following the reference bank interest rate of 12%.... This improvement in living standards can be achieved by increasing farm productivity. To be able to manage their farming efficiently, it is necessary to change the behavior of farmers to be able to farm well and make farming more profitable [13]. In order to improve the standard of living and welfare of the farming community [14], creativity and changes in farmer behavior in farming management are needed to increase productivity and, in the end, will also affect the level of income. ...MarianiAgriculture is one of top best-selling non-oil-and-gas products. However, environmental-related purposes for production, based on the Regulation of Forestry Ministry of Republic of Indonesia No P50/Menhut-II/2010 for the Right to Exploit, not meet the Ecosystem Reforestation Rights. Land degradation means loss of the productive capacity of the soils that has huge risk to food insecurity, loss of ecosystem biodiversity and climate change. In Tapin, one of the most productive agriculture in South Kalimantan Province, dramatic decline in the productivity of croplands can be one of the most important contributors of climate change. The action of Land Degradation Neutrality LDN by adapting innovation has been a solution of reducing vulnerability and increase climate change resilience to combat rising demands for agriculture product and the agricultural production system. Smallholder farmers and rural community need to intensify the production of food for sustainable agriculture and food security, as mentioned in Sustainable Develompent Goals SDGs Goals 15.... On average, farmers used 1,200 kg of seed bulbs. This amount was higher compare to Sumenep District 977 kg per hectare as reported by [24][25][26], but lower than in the Brebes, Tegal, and Cirebon Districts, which was an average of tons per hectare [27]. Several factors determined the differences, namely bulb size, planting methods, and varieties. ... Atman AtmanThe increasing rate of shallot production of Central Java Province for the last ten years was lower than the national rate, indicated the need for new technology development. The study aims to determine the economic feasibility of the newly seedling planting technique in three planting distances 10 x 10 cm, 10 x 15 cm, and 15 x 15 cm. In that case, farmers use seed bulbs. The research was carried out in Padang Village, Tanggungharjo Subdistrict, Grobogan Regency, from August to October 2018. Financial analysis, consisting of BCR, MBCR, break-even point of both production and price, and competitive advantage of the techniques were analyzed. The results showed that the newly seedling technologies and planting distance were able to increase the productivity of shallots ranging from 12,685 to 21,088 kg. At the price of shallot bulbs at IDR 10,000 per kg, 10x10 cm planting distance resulted in the highest profit IDR 180,790,100/ha. It was much higher compared to the farmers' technology IDR 9,299,000/ha. Based on break-even point analysis, seedling planting technology has a tolerance limit of production and prices decreasing between to compared to existing technology Seedling planting technology has a competitive advantage with a net profit ratio of to and a minimum selling price of IDR 3,239 to IDR 3,622 to obtain the same profit as existing technology. Thus, the technology of planting shallot seedlings at a spacing of 10 x 10 cm is recommended to increase the production and profits of shallot farming.... Selanjutnya penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui permasalahan agribisnis bawang merah antara lain Aldila et al. 2015 mengungkapkan budidaya bawang merah lebih produktif dibandingkan dengan budidaya padi. Namun, karena komoditas padi merupakan simbol ketahanan pangan dan kesejahteraan bagi sebagian petani di sentra produksi bawang merah maka petani tetap akan menanam padi saat musim hujan tiba. ...Domestic shallot production generally has met domestic needs. Agricultural development aims to increase the production and income of farmers, especially in Central Sulawesi. One of the mainstay commodities that are expected to increase farmers' income is the local Palu shallot commodity. The purpose of this research is mapping the current business model of UD. Hj. Mbok Sri, analyzing the internal and external conditions of the business and formulating a design for improving its business model. The methods that used in this research are the Business Model Canvas BMC, SWOT and Blue Ocean Strategy BOS. This research was conducted by mapping the latest business models based on the 9 elements that exist in BMC, then it will be followed by a SWOT analysis on each BMC element and determining the strategy to overcome the problems that was existing at UD. Hj. Mbok Sri. Then it will be combined for improving the new business model from UD. Hj. Mbok Sri by using Blue Ocean Strategy’s perspective. The results showed that the alternative strategies that could be pursued in the development of UD. Hj. Mbok Sri can be focussed on customer segments elements, value propositions, channels, customer relationships and key partnerships, namely by optimizing the use of social networks, adding new customer segments and increasing the value proposition. These will have effects on better established customer and partnership relationships. Key activities will run smoothly and the main resources will also be more adequate, so that the flow of income will increase and the cost structure can be managed properly.... Hal ini dikarenakan aktifitas investasi berkorelasi dan interdependensi dengan ekonomi dan kemakmuran masyarakat Yudiatmaja et al., 2020. Oleh karena itu, selain pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui sertifikasi Aldila et al., 2017,pemerintah dalam semua level, terlebih dalam era otonomi daerah, memiliki peranan penting dalam menggaet lebih banyak investor, terlebih investor luar negeri. ...Mariani Mariani Dhani AkbarAdam RohwiyantoSebagai bagian dari nilai langsung pembangunan berkelanjutan, kuantitas pertanian dibutuhkan dalam jumlah besar dengan kualitas dan kontinuitas yang seragam sustainability. Tujuan penelitian ini adalah melihat dan menelaah arah pengembangan wilayah di kabupaten ini nantinya akan menjadi cikal bakal penyusunan rencana aksi kabupaten/ kota di Kalsel untuk mendukung program pembangunan pertanian berbasis korporasi petani agar dapat berjalan efektif dan efisien, terkoordinasi antar provinsi kabupaten dan kota. serasi dalam ketergantungan dan saling mempengaruhi antar daerah di Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif berbentuk elaborasi dari observasi dan studi dokumentasi. Temuan penelitian ini adalah tidak terdapat kemampuan menampung areal jika disejajarkan pada situasi di mana masih terdapat disparitas. Disparitas ini perlu diminimalisir dalam strategi terarah pada pilihan lain dalam pengambilan keputusan pengembangan wilayah pertanian. Kesimpulannya, pemerintah perlu menghilangkan tumpang tindih yang tidak perlu dan perlu untuk menentukan arah pembangunan pertanian berdasar kepada organisasi kelembagaan petani... Research by [5] showed that the varieties of shallots of the hammer valley are feasible but risky. Meanwhile, the results of research conducted by [6] stated that onion farming in 3 planting seasons in three production center districts namely Cirebon, Brebes and Tegal was feasible. In the first harvest season in Trenggamus the farm was declared feasible [7]. ... Triyono Noto WiharjoHastuti SulistyaningsihShallot is a great prospect for farmers in Demak Regency. Shallot farmers in Demak Regency cultivated 2 different varieties which Bauji variety was claimed to be more profitable than the Bima variety. In addition it was known that there were differences in the treatment of the two varieties. The purpose of this study is to analyze feability and production risk of shallot farming. This research was conducted in Pasir Village and Kotakan Village, Demak Regency. Data collection was carried out by direct interview with 50 farmers by census and 50 farmer respondents randomly. To analyze, to use the formula of R / C, and coefficient of variation using the independent sample t-test method in the SPSS application. The results of the research showed that both farms were equally feasible to be cultivated, but the Bauji variety farming had a higher production risk than the bima Rosnaini DagaAbdul SamadPada penelitian ini, penulis melakukan penelitian yang bersifat kualitatif Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci Metode pengumpula data yang digunakan peneliti adalah wawancara, observasi, kepustakaan dan dokumentasi. Hasil penelitian adalah Jenis-jenis risiko yang dihadapi petani pengolah gulah aren di Desa Mengkawani, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Langkat adalah risiko produksi, risiko pembiayaan/biaya, risiko harga/pemasaran dan risiko pendapatan, Risiko produksi dapat diatasi dengan membeli nira aren atau menyewa pohon aren, mengalihkan nira menjadi minuman beralkohol atau disebut dengan tuak yang masih dapat bernilai jual, sistem budidaya tanaman aren mulai diterapkan untuk meningkatkan produksi nira aren. Manajemen risiko pendapatan diatasi melalui manajemen risiko yang bersumber dari risiko produksi, pembiayaan/biaya dan risiko harga/pemasaran itu sendiri, dampak pertumbhan ekonomi dari produksi gula aren terhadap masyarakat desa mengkawani cukup baik dan mengurangi angka kemiskinan dan mengangkat kesjahtraan masyakat. Suswadi SuswadiA PrasetyoThe consumption of organic products has become a new trend that is more environmentally friendly, healthy, and at better prices advantageous for farmers. Furthermore, organic farming reduces the greenhouse effect and global warming by absorbing carbon into the soil. This study aimed to determine the income factors of organic shallot farming and the cultivation efficiency in Boyolali Regency using the descriptive method. A simple random sampling technique was used to obtain the sample, consisting of organic shallot farmers in Cepogo District, Boyolali Regency. The R/C Ratio measured the efficiency of Shallots farming, and multiple linear regression analysis was used to determine the factors that affect farmers’ income. The results showed that the efficiency of organic shallot farming was very good, as evidenced by the R/C ratio of 2,34. Farmers produce their farm inputs to reduce production costs. Factors that affect the income of organic shallot farming include land area, seeds, organic fertilizers, pesticides, and labor. Furthermore, they need improvements on the timeliness of application and how to apply a liquid organic fertilizer to create efficiency in cultivating Suminartika Yosini DelianaHepi HapsariSri FatimahThe low competitiveness of local shallots is caused by the high cost of production, especially for the cost of seeds and labour. The high cost of production causes local selling price is higher when compared to the price of imported shallots. Increasing the competitiveness of shallots need to be done so that the local shallot are competitive in the market. The strategy to increase competitiveness can be through increasing price efficiency allocative. Actually, the efficiency of shallot farming prices in several production centres has not been efficient. Price efficiency can be achieved by minimizing costs at a certain level of output. The purpose of this study was to analyse the factors that influence the production of shallots and the level of optimal use of inputs in shallot production. The research was carried out in Majalengka sub-district, Majalengka district, West Java in October 2021. The research method used is the survey method. The data used consists of primary data and secondary data. Primary data is obtained from sample farmers, farmer samples are taken at simple random sampling. Data analysis used The production function of Cobb Douglas to analyse the factors that affect the production of shallots and the MPV equal to MC equation to determine the optimal use of inputs. The results showed The factors that significantly affect the production of shallots are land and seeds. The use of land and seeds has not been efficient because the land cultivated is relatively narrow and the use of seeds is still below the recommended dose. The optimal use of shallot seeds is 1, kg/ha. The use of fertilizers ZA, urea and pesticides should be reduced because the increasing those input factors will reduce the shallot N ManoppoSudartiAugust PolakitanNorth Sulawesi has the potential for developing shallots, but the development has not been maximized. The study aims to analyze the internal and external factors in shallot farming and formulate the strategies that can be implemented in the development. The research was conducted in Tonsewer Village, West Tompaso, Minahasa, North Sulawesi, involving 35 farmers and analyzed using SWOT. The results showed that the internal strengths were good physical condition and quality of shallots, land area, use and availability of seeds, availability of organic fertilizers, farmer’s mastery of cultivation techniques and experience. Weaknesses were shallot production still low, lack of farmer capital, availability of inorganic fertilizers, lack of labor, and not appropriate input usage. Opportunities were shallot production, shallot demands, average input prices and availability of inputs, support from Farmers' Group Association and government, selling prices and market access. Threats were the inadequate infrastructure and supporting facilities, the big traders' bargaining position, and the lack of agricultural extension ability. The strategy used was SO strategy strengths and opportunities, which is to take advantage of Farmers' Group Association support so that farmers get quality seed assistance, take advantage of government support in channeling capital, take advantage of average input prices and availability of inputs, take advantage of market NurasaDan DeriPusat PenelitianBogorMarketing institute is one of the important factor in horticulture agribusiness and one of the including the pledge commodity of is orange. This article aim to wish to know earnings of farmer and margin marketing of orange in Sub-Province of Karo . Result of analysis of farming show the existence of advantage in this commodity conducting, this matter isn't it from ratio of R/C to 2, 97. Acquirement of marketing margin between institutes of marketing in concerned tend to vary and lame. Acquirement of the marketing margin at modern market, retailer, interisland merchant, and merchant of mains market each of Rp / kg, Rp 900 / kg, Rp 350 /kg, and Rp /kg. Whereas acquirement of marketing margin at merchant of compiler of and countryside of perkoper equal to Rp 150 / kg and of Rp 125 /kg. Mount share farmer of orange to institute of marketing of modern market, retailer, merchant of mains market and interisland merchant each of 10%, 17, 14%, 24,0%, and 28,57%. While to institute of marketing of merchant of compiler of and countryside of perkoper equal to 80% and 72,73%. Economical, orange still profit. This advantage still improved potential corrected the production system of so that the productivity of can be improved. To be expected by this production process can improve quality and amount especially higher level super ordinate again so that have opportunity to access to market the broaderness, especially export. ABSTRAK Kelembagaan pemasaran adalah salah satu factor penting dalam agribisnis hortikultura dan salah satu komoditi yang menjanjikan adalah jeruk. Penelitian ini bertujuan mengetahui penerimaan petani dan marjin pemasaran jeruk di Kabupaten Karo. Hasil analisis usahatani menunjukkan adanya keuntungan dalam pengusahaan komoditi jeruk, ini didasarkan atas R/C=2,97. Kisaran Acquirement marjin pemasaran antara lembaga-lembaga pemasaran cenderung bervariasi dan timpang. Besaranya marjin pemasaran pada pasar modern, pengecer, pedagang antar pulau, dan pedagang pasar utama masing-masing Rp Rp 900/kg, Rp 350/kg, dan Rp Sedangkan besarnya marjin pemasaran pada pedagang pengumpul dan pedagang desa masing-masing sebesar Rp 150/kg dan Rp 125 /kg. Besarnya bagian petani farmer share jeruk pada lembaga pemasaran modern, pengecer, pedagang pasar utama dan pedagang antar pulau masing-masing 10%, 17,14%, 24,0%, and 28,57%. Sedangkan pada lembaga pemasaran pedagang pengumpul dan pedagang desa masing-masing sebesar 80% dan 72,73%. Secara ekonomi, jeruk masih menguntungkan. Keuntungan ini masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki sistem produksi, sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Diperkirakan dengan proses produksi ini dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas, terutama pada tingkat lebih tinggi lagi, sehingga memiliki peluang mengakses pasar lebih luas, khususnya pasar luar negeri ekspor. Kata Kunci Usahatani, Marjin, Pemasaran, dan indeks harga konsumen/inflasi. Berita Resmi Statistik No 48/08/Th. XVI, 1 AgustusStatistik Badan PusatBadan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan indeks harga konsumen/inflasi. Berita Resmi Statistik No 48/08/Th. XVI, 1 Agustus 2013. Jakarta ID Badan Pusat DarwisB IrawanC MuslimDarwis V, Irawan B, Muslim C. 2004. Keragaan Benih Hortikultura di Tingkat Produsen dan Konsumen Studi Kasus Bawang Merah, Cabai Merah, Kubis, dan Kentang. SOCA 42 1-18Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang MerahDepartemen PertanianDepartemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Jakarta ID Departemen Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan PetaniV Mayrowani H Dan DarwisMayrowani H dan Darwis V. 2010. Perspektif pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di dalam Suradisastra K, Simatupang P, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani; 2009 Okt 14;Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebutT K MoekasanR S BasukiMoekasan TK, Basuki RS. 2007. Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebut. J. Hort. 174343-354Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Mencari Alternatif Arah pengembangan Ekonomi RakyatR S NatawidjajaNatawidjaja 2007. dalam Suradisastra K, Yusdja Y, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Mencari Alternatif Arah pengembangan Ekonomi Rakyat. 2007 Desember 04;Pengujian beberapa klon bawang merah dataran tinggiS PutrasamedjaPutrasamedja S. 2010. Pengujian beberapa klon bawang merah dataran tinggi. Jurnal Pembangunan Pedesaan 102 teknologi bawang merah di luar musim tanam di Pandeglang BantenR PurbaY AstutiPurba R, Astuti Y. 2013. Paket teknologi bawang merah di luar musim tanam di Pandeglang Banten. AGRITECH 152 dan keuntungan usahatani empat varietas bawang merah di luar musim off -season di Kabupaten SerangR PurbaPurba R. 2014. Produksi dan keuntungan usahatani empat varietas bawang merah di luar musim off -season di Kabupaten Serang, Banten. Agriekonomika 31 55- Bawang merah adalah tanaman asli indonesia. Tanaman ini merupakan jenis tanaman umbi umbian. Tepatnya umbi lapis. Bawang merah terdiri dari berbagai lapisan umbi yang saling melekat dan merah juga termasuk dalam kategori tanaman rempah rempah. Sebagai rempah rempah, bawang merah memiliki fungsi sebagai penambah cita rasa pada teknik penanaman sendiri, mayoritas petani masih menggunakan cara lama. Yaitu cara tradisional dengan menggunakan media tanah . dan bahkan sistem pengairannya tidak sedikit yang masih mengandalkan air 3 Inspirasi Cantik dari Produk PertanianAdakah media lain yang dapat digunakan sebagai media penanaman bawang merah?Bawang Merah Hidroponik dengan Media Kotak TelurJawabannya ada. Salah satunya adalah dengan media kotak telur. Bagaimana caranya? Mari simak penjelasan berikut iniPersiapan bibit dengan kualitas baik. Ciri cirinya yaitu tidak memiliki cacat, berukuran besar, dan sudah gelas plastik atau wadah lain lalu di isi air hingga agak lidi ditengah- tengah umbi bawang dan gantungkan bawang di atas gelas dengan mengaitkan ujung lidi pada mulut bagian akar bawang merah terendam air namun jangan sampai seluruh bagian umbi terendam. Cukup bagian akarnya media pembibitan di tempat yang hingga muncul tunas sekitar 2 hingga 5 cm . dan bibit siap untuk tanamSiapkan cairan nutrisi hidroponik atau pupuk cair kemudian campurkan dengan air yang sudah di campur dengan tumbukan bawang campuran cairan tersebut pada media kotak telur agar merangsang pertumbuhan akar bawang merah dan mempermudah bawang merah untuk 5 hingga 6 buah kotak telur menjadi satu serta pastisak kotak telur tidak terbuat dari plastik dan kondisinya masih tumpukan kotak telur tersebut dengan cairan yang telah kita campur tadi. Usahakan semua lapisan terendam .Angkatlah kotak telur dari rendaman. Diamkan sehingga tidak ada cairan tergenang pada permukaan kotak telur namun masih dalam kondisi sekan, tanah yang memiliki tekstur gembur, dan pupuk kandang atau kompos dengan perbandingan 11 cekungan kotak telur dengan campuran sekam, tanah dan kompos bibit bawang merahSetelah media tanam siap, anda bisa mulai membuat lubang tanam pada media tanam menggunakan alat seperti sekop kecil ataupun dengan tangan itu, anda bisa mengambil bibit yang telah siap ditanam, sebelumnya pastikan anda telah melepaskan lidi yang menancap pada umbi bawang dan mencuci bibit dengan air bersih terlebih bibit siap, masukkan bibit pada lubang tanam dan tutupi lubangnya menggunakan tanah campuran yang sama. Jangan lupa untuk memadatkan tanah terlebih dahulu agat bibit dapat berdiri penyiraman pada 3 hari pertama setelah masa tanam, anda bisa menyiramnya dengan air biasa menggunakan media hari berikutnya akan lebih baik jika anda menyiramnya dengan cairan alternatif lain jkika anda tidak bisa menemukan cairan nutrisi yang tepat, anda bisa menyiram tanaman bawang menggunakan cairan teh, cairan kulit telur yang diblender dan air cucian cara menanam bawang merah dengan sistem hidroponik, keuntungannya selain menghemat lahan juga lebih mudah mengurusnya dan bisa dilakukan secara Berkebun! Cara Sederhana Mengatasi Baby Blues SindromPenulis RusdiSudah download aplikasi Pak Tani Digital? Klik di sini 100% found this document useful 1 vote2K views5 pagesDescriptionHIDROPONIK BAWANG MERAHCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote2K views5 pagesHasil Percobaan Sistem Hidroponik Pada Bawang MerahJump to Page You are on page 1of 5 You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang menurut kami tidak akan pernah mati di Indonesia. Hal ini lantaran sayuran ini tergolong sebagai salah satu sayuran yang bisa memberikan aroma dan rasa yang khas pada masakan. Sehingga nyaris seluruh masyarakat di Indonesia menggunakan bawang merah untuk memasak makanan mereka. Tidak peduli lokasi mereka, apakah di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, ataupun mereka yang tinggal di daerah timur seperti di Maluku ataupun Papua. Menariknya bawang merah tergolong sebagai salah satu tanaman yang bisa kamu tanam sendiri loh di rumah. Lebih jauh lagi bahkan kamu bisa menanam bawang secara hidroponik yang nantinya bisa kamu konsumsi sendiri, atau malah untuk kamu jual kembali. Ini dia cara menanam bawang merah hidroponik yang paling mudah! Baca juga Cara menanam bawang merah biasa Langkah pertama sebelum kamu mulai melakukan penanaman bawang merah secara hidroponik adalah dengan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Kami akan menjelaskan beberapa hal yang harus kamu pelajari dan persiapkan sebelum memulai. Khususnya bagi kamu yang pemula dan bahkan belum pernah bercocok tanam sama sekali, mempelajari tetek bengek bawang hidroponik dengan baik dan benar adalah mutlak harus dilakukan. Hal ini karena memang hidroponik memiliki tingkat kesulitan yang agaknya lebih tinggi dibandingkan bercocok tanam secara konvensional. Akan tetapi kalau sudah berjalan, biasanya sistem tanaman hidroponik lebih praktis dalam hal perawatan. Selain itu dengan mempelajari seluruhnya dengan baik dan benar, kami harapkan kamu bisa memecahkan berbagai masalah secara mandiri terlebih dahulu apabila nantinya kamu menemukan kesulitan. Ini dia beberapa persiapan di dalam menanam bawang hidroponik. Jenis bawang merah Langkah yang paling penting di dalam bercocok tanam adalah mempelajari jenis sayuran yang ingin kamu tanam. Hal ini karena masing-masing jenis bawang memiliki karakteristik dan persyaratan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga ketika kamu nantinya menanam salah satu jenis, kamu harus benar-benar menyesuaikan lingkungan tumbuh yang ideal bagi jenis tersebut dengan sistem hidroponik yang telah kamu bangun sebelumnya. Adapun jenis bawang merah yang lazim ditanam di Indonesia adalah sebagai berikut ini Bawang Merah Bima Brebes; bawang merah jenis ini tergolong sebagai salah satu jenis lokal yang sangat baik apabila kamu tanam di daerah dengan dataran tinggi. Ciri khas dari bawang jenis ini adalah daunnya yang berwarna hijau dengan lubang silindris, warna bawang merah muda dan umbinya cenderung lonjong. Adapun ukuran umbi bawang merah jenis ini diketahui tidak terlalu besar namun sangat produktif dimana setiap tanamannya bisa menghasilkan bahkan hingga 12 umbi. Adapun masa panen dari bawang jenis ini pun cukup singkat yakni sekitar 50 hingga 60 hari setelah tanam HST. Bawang Merah Kuning; bawang varietas kuning ini pun masih berasal dari Brebes yang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil bawang berkualitas. Salah satu ciri khas dari bawang merah varietas ini adalah umbinya yang berukurang cukup besar sehingga sangat disukai petani. Adapun masa panen dari bawang merah jenis ini adlah sekitar 70 hari setelah tanam HST. Meski demikian bawang jenis ini rentan terhadap penyakit jamur dan bercak ungu. Tapi untuk penanaman secara hidroponik tentunya menurunkan kemungkinan bawang ini terkena penyakit tersebut. Bawang Merah Maja Cipanas; bawang jenis ini merupakan salah satu jenis lokal dari daerah Cipanas yang memiliki ciri daun silindris hijau tua, namun memiliki umbi yang cukup gemuk dan gepeng. Jumlah anakan rata-rata 6 hingga 12 buah dari setiap tanamannya. Salah satu keunikan dari bawang jenis ini adalah dapat dipanen saat umur 60 hari setelah tanam HST, namun sangat mudah berbunga dan cenderung mudah untuk dirawat. Bawang Merah Mentes; nah kalau yang satu ini merupakan salah satu jenis bawang merah hasil klon dan persilangan antara dua jenis bawang merah unggul. Keunggulan yang dimiliki oleh bawang merah jenis ini adalah daya tahan penyimpanannya yang cukup lama yakni bisa mencapai 4 bulan. Adapun masa panen dari bawang merah jenis ini adalah sekitar 50 hari setelah tanam HST, dengan berat bawang per umbi yang bisa mencapai 10 gram. Bawang Merah Pancasena; tergolong sebagai salah satu jenis bawang merah unggulan hasil dari persilangan antara dua jenis bawang merah unggul lainnya. Ciri khas dari bawang merah ini adalah daunnya yang berwarna hijau tua dengan umbi yang bisa sangat besar. Dalam beberapa pertanian bahkan ada yang bisa membuat umbi dari bawang merah pancasena ini mencapai berat 30 gram loh! Keunggulan lain dari bawang merah jenis ini adalah masa panennya yang hanya sekitar 50 hari setelah tanam HST dengan masa penyimpanan yang juga bisa sangat lama, yakni mencapai 4 bulan setelah bawang merah ini dipanen. Bawang Merah Sembrani; merupakan salah satu jenis bawang merah hasil perkawinan silang antara bawang merah Thailand dengan bawang bombai. Keunggulan dari bawang jenis ini adalah masa panennya yang hanya 54 hari setelah tanam saja HST. Bawang Merah Trisula; Merupakan salah satu jenis bawang merah hasil dari persilangan antara dua jenis bawang merah unggulan. Salah satu ciri dari bawang jenis ini adalah sangat baik apabila di tanam di dataran tinggi. Daun dari bawang jenis ini hanya sekitar 4 hingga 5 helai saja per umbi dengan warna umbi yang merah tua. Adapun masa panen dari bawang merah jenis ini pun tergolong cukup singkat apabila dibandingkan dengan beberapa jenis bawang merah lainnya. Selain itu masa penyimpanan dari bawang merah jenis ini juga sangat lama yakni bisa mencapai 5 bulan setelah panen, dan produktivitasnya pun sangat tinggi. Tidak heran kalau bawang merah jenis ini tergolong sebagai salah satu jenis yang cukup disukai. Bawang Merah TSS Agrigorti 1; boleh dibilang bawang merah jenis ini tergolong sebagai salah satu yang paling unggul bila dibandingkan degnan bawang merah jenis lainnya. Alasannya adalah karena bawang merah jenis ini merupakan salah satu hasil pemurnian dari bawang merah varietas maja yang memiliki ciri bersari bebas. Ciri khas dari bawang merah jenis ini adalah dari satu rumpun kamu hanya bisa menghasilkan 1 hingga 2 umbi saja, dengan masa panen sekitar 66 hingga 68 hari setelah tanam HST. Bawang Merah Violetta 2 Agrihorti; untuk yang satau ini sih merupakan salah satu bawang merah hasil dari persilangan antara jenis Sembrani dengan jenis Kramat 1. Meski demikian jenis bawang merah yang satu ini memiliki kekurangan, diantaranya adalah masa panennya yang cukup lama yakni sekitar 80-90 hari setelah tanam HST. Tentu cukup jauh berbeda bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang hanya butuh 50 hingga 60 hari setelah tanam HST saja. Bawang Merah Medan Samosir; dari namanya saja sudah bisa kamu ketahui kalau bawang merah jenis ini merupakan salah satu jenis yang cukup diunggulkan dari daerah Medan. Salah satu keunggulan dari bawang jenis ini adalah masa panennya yang sekitar 70 hari setelah tanam, dengan jumlah umbi sekitar 6 hingga 12 buah di dalam satu rumpun. Untuk produktivitasnya pun sebenarnya masih dalam batas rata-rata saja. Bawang Merah Nganjuk; selain dari Brebes dan Sumenep, salah satu jenis bawang merah yang cukup disukai oleh banyak petani adalah bawang merah dari daerah nganjuk. Boleh dibilang bawang merah ini merupakan salah satu jenis unggul yang dihasilkan antara beberapa jenis bawang lokal. Sifat unggul yang dimiliki oleh bawang merah jenis ini diantaranya adalah aroma bawang yang sangat nikmat, dengan masa panen hanya 50 hari setelah tanam HST saja dan jumlah panen yang sangat tinggi, yakni bisa mencapai 12 ton per hektar bila ditanam di tanah. Jumlah ini sangat banyak bila dibandingkan dengan jenis lain yang hanya mencapai 7 hingga 10 ton rata-rata panen, bila ditanam di tanah. Selain dari sebelas jenis bawang merah yang kami bahas di atas, pada dasarnya kamu bisa menemukan jauh lebih banyak jenis bawang merah di Indonesia. Belum lagi varian-varian lokal yang masing-masingnya memiliki jenisnya tersendiri. Saran kami pilihlah jenis benih yang menurut kamu paling mungkin untuk ditanam, diantaranya adalah sesuai dengan syarat pertumbuhannya, cocok dengan iklim dan suhu udara di tempatmu tinggal, dan tentu saja cocok dengan kantongmu. Karena jelas masing-masing benih memiliki kualitas yang berbeda-beda dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Namun yang jelas benih dengan kualitas unggul tentu saja memiliki harga yang juga tidak murah. Nah pada akhirnya silahkan memilih salah satu yang menurut kamu paling cocok, akan tetapi jangan lupa untuk selalu menyesuaikan lingkungan pertumbuhan bawang merah sesuai dengan syarat idealnya. Selain itu salah satu kunci dari penanaman bawang secara hidroponik adalah dengan memberikan asupan oksigen sebanyak-banyaknya ke akar, namun tanpa mengurangi konsentrasi larutan nutrisi yang ideal. Agar pertumbuhan umbi bisa maksimal! Cek juga Cara menanam bawang putih hidroponik Cara menanam jahe hidroponik Sistem Hidroponik Setelah mempelajari jenis-jenis bawang merah yang bisa kamu tanam, saatnya kamu mempelajari seluruh sistem hidroponik dasar yang menurut kami merupakan salah satu langkah penting. Sebelum itu kamu perlu tahu bahwa saat ini ada banyak sekali teknik hidroponik yang bisa digunakan di seluruh dunia. Alasannya adalah karena teknik ini memang merupakan salah satu teknik yang paling mudah untuk dimodifikasi dan dibuat variasinya. Akan tetapi saran kami pelajarilah beberapa teknik dasar yang cukup dikenal di seluruh dunia saat ini, yakni Deep Water Culture DWC, Nutrient Film Technique NFT, Aeroponics, Wick System, hingga Drip System dan Abb and Flow System. Karena kebanyakan teknik lain di luar teknik yang kami sebutkan di atas merupakan modifikasi ataupun pengembangan dari salah satu teknik dasar di atas. Pelajari seluruhnya secara singkat, dan pilihlah salah satu yang paling pas. Setelah itu barulah kamu bisa mempelajari salah satu teknik yang paling pas, baik sesuai dengan karakteristik bawang merah, ataupun sesuai dengan kemampuanmu. Baik kemampuan finansial ataupun kemampuan teknikal. Kondisi tanam Setelah mempelajari bibit yang ingin kamu tanam dan teknik-teknik hidroponik dasar yang ada, saatnya kamu mempelajari kondisi tanam yang ideal bagi bawang merah. Kondisi tanam macam ini bisa dibilang juga sebagai salah satu syarat utama agar bawang bisa tumbuh optimal. Hal ini amat penting kamu pelajari, apalagi bagi kamu yang sama sekali belum pernah bercocok tanam. Karena persyaratan tumbuh bagi semua tanaman merupakan hal kunci yang harus dipenuhi oleh setiap pekebun agar tanaman bisa tumbuh optimal. Lebih jauh lagi, ketika kamu memutuskan untuk membuat sistem hidroponik maka kamulah yang menjadi penentu dari lingkungan tumbuh tanaman tersebut. Karena nyaris semua hal terkait lingkungan pertumbuhan tanaman bisa diatur di dalam sistem hidroponik. Adapun beberapa kondisi tanam yang bisa memengaruhi pertumbuhan dari bawang merah hidroponik yang kamu tanam adalah sebagai berikut ini Suhu, salah satu faktor terpenting yang harus kamu selalu perhatikan adalah menjaga suhu dari sistem hidroponik yang kamu punya. Hal terbaik yang bisa kamu lakukan tentu saja dengan membeli sebuah thermostat sehingga suhu dari lingkungan tanam bawang hidroponik yang kamu punya bisa disesuaikan dengan thermostat tersebut. Tapi siapa pekebun rumahan yang memiliki modal sebesar itu? Saran kami adalah untuk mengatur suhu dari larutan nutrisi di sistem hidroponik tersebut. Setidaknya cara itu bisa menjaga suhu dari sistem hidroponik tetap stabil. Bawang merah sendiri sangat baik apabila ditanam dengan suhu rata-rata 25 hingga 32o Catatlah fluktuasi suhu harian, dan selalu lakukan pengaturan apabila suhu larutan nutrisi sudah menyimpang terlalu jauh. pH, faktor penting lainnya yang perlu kamu perhatikan adalah tingkat keasaman dari larutan nutrisi alias pH. pH sama seperti suhu, karena sangat fluktuatif dan begitu mudah berubah. Nilai pH sendiri bahkan bisa berubah apabila kamu jarang melakukan pengecekan larutan nutrisi. Karena konsentrasi larutan nutrisi dan apa yang ada di dalamnya sangat memengaruhi pH dari larutan nutrisi itu sendiri. Untuk menjaga larutan nutrisi tetap ideal, saran kami adalah untuk selalu mencatat larutan nutrisi serta menggunakan pH meter yang berkualita. Adapun pH ideal dari bawang merah adalah sekitar 5,6 hingga 6,5. Gunakan buffer pH apabila kamu mendapati terjadi perubahan pH, khususnya bila sudah berada di luar rentang ideal. Periode panen, salah satu faktor penting yang menurut kami cukup sering terlupakan, khususnya oleh para pekebun pemula adalah periode panen. Kamu harus teliti di dalam mencatat periode panen, apalagi bila kamu memiliki lebih dari satu jenis tanaman dan ditanam dalam waktu yang berbeda-beda. Melakukan panen di luar periode panen yang dianjurkan diketahui akan menyebabkan aroma dan rasa yang dimiliki oleh bawang tersebut menjadi tidak maksimal. Selain itu kadang teksturnya pun akan menjadi tidak nikmat untuk dimakan. Cahaya matahari, bawang merah sendiri meski menyukai suhu dingin tetap saja lebih senang bila berada di bawah sinar matahari. Rata-rata bawang membutuhkan penyinaran sekitar 75% saja. Bagi kamu yang tinggal di daerah dengan cahaya matahari intensitas tinggi, kami cukup menyarankan kamu untuk menggunakan paranet agar sinar matahari tidak langsung mengenai tanaman dalam intensitas yang terlalu tinggi. Selain itu perhatikan pula, jangan sampai tanaman tampak kering karena terlalu sering terkena matahari. Media tanam, bawang merah sendiri cukup menyukai media tanam yang lembab sehingga ada banyak sekali media tanam yang bisa kamu pilih. Selain itu nantinya pemilihan media tanam harus sesuai dengan teknik hidroponik yang kamu pilih. Beberapa media tanam yang bisa kamu pilih untuk menanam bawang secara hidroponik adalah rockwool, cocopeat, hingga campuran perlite dan vermiculite. Di luar itu kamu bisa misalnya menggunakan hydroton pebbles. Namun paling enak sih menggunakan rockwool karena kebanyakan pegiat hidroponik di Indonesia menggunakan media tanam ini. Sehingga bila nantinya kamu ada kesulitan, bisa banyak bertanya kepada pegiat hidroponik lainnya. Teknik hidroponik, setelah membaca seluruh teknik dasar seperti yang kami jelaskan di atas, kamu boleh saja memilih salah satu yang menurut kamu paling mudah ataupun murah untuk dibuat. Namun secara personal kami cukup menyarankan kamu untuk menanam bawang merah hidroponik dengan menggunakan teknik aeroponik ataupun NFT karena sangat cocok dengan syarat tumbuh dan karakteristik dari tanaman ini. Seluruh faktor di atas, apabila kamu bisa menjaganya dengan baik tentu akan meningkatkan keberhasilan di dalam menanam bawang secara hidroponik. Selain itu diharapkan pula kamu akan bisa menyelesaikan masalah terkait penanaman bawang bila sudah menguasai faktor-faktor di atas. Penyemaian Bibit Bawang Merah Hidroponik Bawang merah sendiri bisa kamu semai baik dari bibit ataupun dari umbi yang sudah kamu miliki. Keduanya memiliki cara yang serupa kok, hanya saja tentu akan lebih cepat apabila kamu melakukan penyemaian dari umbi. Selain itu perlu kamu ketahui pula bahwa melakukan penyemaian bibit bawang merah hidroponik langkahnya sama saja dengan bawang merah yang akan ditanam secara konvensional. Berikut ini adalah langkah-langkahnya Menyiapkan beberapa peralatan dan bahan-bahan di bawah ini Bibit yang ingin disemai, lebihkan beberapa bibit sesuai dengan keinginanmu. Atau kamu juga bisa menyemai menggunakan umbi bawang merah. Air secukupnya sesuai dengan ukuran wadah besar. Tusuk gigi secukupnya. Larutan nutrisi. Selang aerator. Beberapa buah wadah, bisa menggunakan toples kaca. Ambil sejumlah wadah yang telah kamu persiapkan sebelumnya. Isilah wadah tersebut dengan menggunakan air bersih, usahakan air yang digunakan bersifat netral’. Jangan lupa untuk melubangi bagian bawah wadah tersebut. Untuk air yang akan kamu gunakan melakukan penyemaian kami cukup menyarankan agar kamu menggunakan air tanah, air tampungan hujan, atau air sumur. Apabila menggunakan air PDAM maka bisa mempersiapkan air tersebut sebelumnya, diantaranya dengan menjemur air tersebut kira-kira selama 1 hingga 2 hari di bawah sinar matahari terik, agar setidaknya kandungan klorin bisa berkurang dari dalam air. Persiapkanlah bibit bawang merah tersebut, atau bila kamu langsung menggunakan umbi bawang merah, maka kamu bisa mempersiapkan umbi bawang merah yang ingin kamu budidayakan di hidroponik tersebut. Kamu cukup meletakkan bibit bawang merah tersebut di media tanam yang telah kamu persiapkan sebelumnya. Bisa di media tanam rockwool ataupun dengan menggunakan cocopeat. Pastikan bagian bawah media tanam bisa menyentuh air sehingga perlahan-lahan perakaran bisa keluar dari sana. Bila langsung menggunakan perlite ataupun media tanam semacamnya bisa melakukan langkah di bawah ini. Pertama-tama tuangkan perlite ke dalam wadah besar hingga tersisa sekitar 5-10 cm ruang di bagian paling atas. Setelah itu tuangkan air ke wadah besar tersebut hingga air meresap ke perlite ataupun media tanam sejenis yan gkamu gunakan. Siapkan umbi bawang merah, dengan cara memotongnya di bagian terbawah hingga bagian dalamnya terlihat sebagian. Bagian yang terpotong kamu tanam di perlite hingga umbi terbenam seluruhnya di dalam media tanam. Letakkan wadah yang telah ditaruh bibit bawang merah tadi di tempat yang kering dan terkena sinar matahari. Jangan lupa untuk selalu menjaga kondisi larutan nutrisi agar pH, suhu, dan kepekatannya selalu sesuai terhadap pertumbuhan bawang merah. Bila daun bawang merah sudah muncul hingga agak tinggi, maka bawang merah sudah siap dipindahkan ke sistem hidroponik. Biasanya proses ini akan memakan waktu sekitar 40 hari, atau tentu sesuai dengan jenis bibit yang kamu beli dan perlakuan yang diberikan terhadap bibit tersebut. Untuk masa penyemaian bawang sendiri sebenarnya ada sangat banyak hal yang perlu kamu perhatikan. Bila dibandingkan dengan sayuran atau tanaman lainnya masa penyemaian bawang ini cukup sulit karena tanaman amat rentan terhadap penyakit dan cuaca. Apalagi masa penyemaiannya cukup lama yakni mencapai 40 hari, atau tergantung dari jenis bibit bawang yang kamu pilih. Selain itu tanaman ini juga sangat rentan terhadap stress ketika akan dipindahkan ke sistem hidroponik. Yah boleh dibilang memang untuk tanaman ini sendiri memiliki tingkat kesulitan menengah, apabila kamu tanam secara hidroponik. Transplantasi dan Pemindahan Bawang Merah di Sistem Hidroponik Bila kamu sudah sukses melakukan proses penyemaian bawang merah, langkah selanjutnya yang harus kamu lakukan adalah penyortiran bawang merah yang ingin kamu pindahkan ke sistem hidroponik. Beberapa benih yang menurut kami layak untuk dipindahkan adalah Ukurannya optimal ataupun besar-besar, namun tetap disesuaikan dengan jenis bawang yang ditanam. Tidak terkena penyakit seperti layu bakteri ataupun fusarium, dimana bawang merah sangat rentan terhadap kedua penyakit tersebut. Ukuran dari tanaman yang dipindahkan secara umum seragam. Nah secara umum kamu bisa mengikuti ketiga kriteria tersebut untuk kemudian memindahkan bawang merah ke sistem hidroponik yang sudah kamu buat sebelumnya. Adapun langkah-langkah pemindahan bawang merah dari penyemaian ke sistem hidroponik adalah sebagai berikut ini Pisahkan masing-masing media tanam yang sudah ditanami bibit bawang merah Jangan lupa untuk memindahkan tanaman bawang merah yang berkualitas baik saja ya, tahap ini disebut dengan penyortiran. Hati-hati di dalam mengangkat bawang merah dari media penyemaian, apalagi bila kamu menggunakan perlite karena dikhawatirkan bisa merusak bagian akar dari bawang merah hidroponik tersebut. Pindahkan bawang merah tersebut ke dalam sistem hidroponik yang sudah kamu siapkan sebelumnya. Masukkan masing-masing bawang merah ke dalam netpot yang telah disiapkan sebelumnya. Baik teknik NFT ataupun aeroponik, sebenarnya memiliki langkah yang cukup serupa. Selain itu untuk media tanam baik campuran perlite – vermiculite, perlite, ataupun hydroton sebenarnya pun memiliki langkah yang sama. Perbedaannya nanti hanya di kapasitas penyerapan terhadap air dan aerasi saja. Angkat benih bawang merah dari media tanam hingga seluruh akarnya terlepas, namun pastikan tanaman tidak rusak. Nah bisa dibilang langkah ini merupakan salah satu langkah yang penting, karena cukup sulit dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari bawang merah hidroponik tersebut nantinya. Adapun mekanisme penanaman tentu saja bervariasi tergantung dari teknik hidroponik yang ingin kamu gunakan. Isi sistem hidroponik dengan larutan nutrisi. Nilai kadar larutan nutrisi ini bisa juga bervariasi antar jenis bawang merah. Saran kami kamu bisa membaca sesuai dengan rekomendasi yang biasanya dicantumkan di bungkus bibit, atau tentu bisa bertanya kepada penjual toko bibit tersebut. Namun rata-rata kamu bisa mengatur kepekatan nutrisi sekitar 300 hingga 400 ppm dengan menggunakan nutrisi AB Mix saat usia bawang merah masih cukup muda, atau ketika bawang merah baru dipindahkan dari media semai. Ketika usia bawang merah sudah di minggu kedua naikkan kepekatan larutannutrisi menjadi sekitar 700 hingga 900 ppm. Adapun ketika bawang merah sudah bertambah satu minggu usianya, maka naikkankembali larutan nutrisi hingga 1000 sampai 1200 PPM selama 3 minggu. Terakhir naikkan kepekatan larutannutrisi antara 1200 hingga 1300 ppm mulai dari minggu ke enam hingga masa panen. Sebenarnya untuk angka kepekatan ini cukup rumit, namun untuk bawang merah sendiri rata-rata dibutuhkan 700 hingga 1300 ppm sepanjang perkembangannya. Jaga selalu agar pH tetap di antara 5,5 hingga 6,5. Lakukan pengecekan sistem hidroponik rutin, setidaknya lakukanlah selama 2 hari sekali. Lakukan pengecekan tinggi air, kadar ppm larutan nutrisi, kebersihan wadah nutrisi secara umum, dan kondisi tanaman. Pastikan ppm tetap terjaga dan kadar air tidak surut atau kering. Jangan lupa lakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Bila sudah mencapai masa panen kamu bisa langsung memanen umbi bawang merah Jangan memanen bawang merah lebih dari masa panen yang tertera atau spesifikasinya, karena akan menyebabkan rasa bawang merah menjadi tidak nikmat untuk dikonsumsi. Selesai! Nah itulah tadi beberapa langkah mudah serta beberapa tips penting yang harus selalu kamu perhatikan apabila kamu ingin mencoba bercocok tanam bawang merah dengan menggunakan teknik hidroponik. Memang salah satu kesulitan dari menanam bawang merah adalah di dalam proses penyemaian karena bawang merah sendiri tergolong cukup manja, apalagi saat masa-masa penyemaian. Selain itu bawang merah juga cukup mudah stress ketika dipindahkan, sehingga mungkin bisa terjadi gagal panen. Tapi jangan takut, selamat mencoba dan semoga berhasil ya! Tingkat risiko produksi dalam budidaya bawang merah akan mempengaruhi keputusan petani terutama dalam menentukan skala budidayanya dan keputusannya dalam menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko dalam produksi bawang merah dan perilaku petani terhadapnya, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko dalam produksi bawang merah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey kepustakaan dengan menggunakan sumber kepustakaan untuk mengumpulkan data penelitian. Data yang dihasilkan kemudian dikumpulkan dan dianalisis untuk menarik kesimpulan tentang tingkat risiko produksi yang tinggi pada budidaya bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko dalam produksi bawang merah antara lain pupuk urea dan ZA, hama dan penyakit. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free *Corresponding Author Hal 33-42 Email ISSN Online 2774-7212 Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah I Made Windu Yasa, *I Gusti Agung Ari Bawarta, Gede Mekse Korri Arisena Magister Agribisnis, Universitas Udayana, Bali, Indonesia DOI ABSTRAK Tingkat risiko produksi dalam budidaya bawang merah akan mempengaruhi keputusan petani terutama dalam menentukan skala budidayanya dan keputusannya dalam menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko dalam produksi bawang merah dan perilaku petani terhadapnya, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko dalam produksi bawang merah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey kepustakaan dengan menggunakan sumber kepustakaan untuk mengumpulkan data penelitian. Data yang dihasilkan kemudian dikumpulkan dan dianalisis untuk menarik kesimpulan tentang tingkat risiko produksi yang tinggi pada budidaya bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko dalam produksi bawang merah antara lain pupuk urea dan ZA, hama dan penyakit. Kata Kunci Bawang Merah, Komoditi, Produksi, Risiko, Usahatani. ABSTRACT The level of production risk in growing shallots will affect the decisions farmers make, especially about how much they will grow and what kinds of plants they will grow next. This study aims to determine the level of risk in the production of shallots and the behavior of farmers towards it, as well as to determine the factors that influence the level of risk in the production of shallots. The method used in this research is a literature survey using library sources to collect research data. The resulting data is then collected and analyzed to draw conclusions about the high level of production risk in shallot cultivation. The results showed that urea and ZA fertilizers, pests, and diseases are all things that can hurt the growth of shallots. Keywords Shallots, Commodity, Production, Risk, Farming. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan komoditas strategis karena diharapkan untuk konsumsi keluarga selain untuk industri makanan. Untuk rumah tangga, bawang merah digunakan sebagai bumbu masakan. Selain untuk taburan masakan, industri pangan membutuhkan bawang merah untuk diolah menjadi bumbu masak siap pakai, untuk taburan lauk pauk, serta berbagai bumbu masakan Kemendag RI 2020. This is an open access article under the CC-BY 34 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Data dari Statistik Tanaman Hortikultura 2019 Badan Pusat Statistik, enam provinsi yang merupakan Negara penghasil bawang merah terbesar di Indonesia adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan dalam urutan bawang merah terbesar. Keenam provinsi tersebut menyumbang 93,38% dari total produksi bawang merah kering nasional yang mencapai 1,6 juta ton. Jawa Tengah merupakan penghasil bawang merah terbesar Pengalaman bertahun-tahun dalam budidaya pertanian yang dimiliki petani, tidak selalu menjadikan petani Mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang sesuai. Bahkan dengan paket teknologi, musim , dan medan yang sama pada berbagai produksi. Pada dasarnya hasil yang diperoleh merupakan hasil kerja dari banyak faktor, baik yang dapat dikendalikan maupun yang bersifat internal atau yang tidak dapat dikendalikan atau bersifat eksternal Astuti dkk. 2019. Faktor eksternal yang paling sering dihadapi petani adalah ketidakpastian harga, dimana petani dalam kondisi ini hanya sebagai price taker. Fluktuasi harga komoditas pertanian sangat sering terjadi yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jumlah permintaan konsumen, panjangnya rantai pemasaran serta spekulasi pedagang yang cenderung ingin memperoleh keuntungan tinggi. Berbagai macam risiko usahatani dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu risiko produksi, risiko harga atau pasar, risiko institusi, risiko manusia dan risiko keuangan Pusdatin 2019. Petani bawang merah di sawah dataran rendah kebanyakan adalah petani kecil hingga menengah. Perilaku petani dalam melakukan kegiatan pertanian sangat bergantung pada perilaku mereka dalam menghadapi risiko dan strategi mereka dalam menghadapi risiko, baik risiko produksi maupun risiko harga komoditas yang dihasilkan Arya dkk. 2015. Tingkat penerimaan petani terhadap risiko dalam kegiatan usaha tani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya dalam melakukan mitigasi risiko tersebut. Identifikasi jenis-jenis risiko yang kemungkinan terjadi dalam kegiatan usahatani mempengaruhi tingkat kesiapan petani dalam menghadapinya, dengan berbekal pengetahuan, keterampilan dan pengalaman panjang dalam kegiatan usaha tani yang sama. Dalam penelitian Arya dkk. 2015 menyatakan bahwa sebagian besar petani sudah memperhitungkan risiko produksi dan risiko harga sebagai bagian dari kegiatan usahatani yang berhubungan dengan kemungkinan terjadinya kerugian dan tidak hanya sebagai penyimpangan hasil usahatani. Petani memiliki persepsi bahwa Tingkat resiko produksi budidaya bawang merah tinggi dan hal ini dimungkinkan karena kurangnya penguasaan teknik produksi. Beberapa petani juga menganggap risiko harga budidaya bawang merah tinggi. Hal ini dikarenakan harga bahan baku yang fluktuatif atau fluktuatif karena merupakan faktor eksternal yang berada di luar kendali petani. Astuti dkk. 2019 dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat risiko produksi usahatani bawang merah pada musim hujan lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini bertolak belakang dengan risiko produksi usahatani bawang merah yang dihadapi petani yang lebih tinggi pada musim hujan dikarenakan meningkatnya serangan hama dan penyakit. Dari data penelitian, hal ini dapat disebabkan oleh kesiapan petani dalam mencegah risiko produksi yang akan terjadi pada saat musim hujan dengan penggunaan input yang lebih banyak dan penerapan teknologi pertanian yang baik sehingga diharapkan dapat menstabilkan produksi bawang merah. 35 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Risiko produksi dan pendapatan yang dihadapi petani bawang merah termasuk dalam kategori tinggi. Semakin tinggi risiko bagi petani, semakin tinggi pendapatannya. Perubahan iklim dan cuaca yang menyebabkan kelangkaan air dan penyebaran hama seperti larva bawang merah dan layu Fusarium merupakan beberapa risiko yang dihadapi petani bawang merah dalam kegiatan pertaniannya. Petani bawang merah melakukan beberapa hal untuk mengurangi risiko yang dihadapinya, antara lain dengan menerapkan pola usahatani campuran pada satu hamparan yang Menggabungkan padi, palawija dan sayur-sayuran dalam satu areal yang sama, menanam padi, palawija dan sayur-sayuran di areal kecil yang berbeda, penyemprotan dan pemupukan untuk mengendalikan hama dan penyakit. Melakukan pemilahan dan penjemuran umbi bawang merah yang dihasilkan. Umbi bawang merah berkualitas baik selanjutnya dipisahkan dengan umbi busuk dan muda dengan melakukan sortasi dan grading Nailufar dkk. 2019. Kegiatan usahatani selalu menimbulkan risiko yang harus dihadapi oleh petani. Tinggi rendahnya tingkat risiko yang ada khususnya risiko produksi dalam kegiatan budidaya bawang merah akan sangat berpengaruh terhadap keputusan petani terutama dalam menentukan skala budidayanya, dan akan mempengaruhi keputusan petani untuk memilih jenis komoditas yang akan diusahakan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko produksi budidaya bawang merah dan perilaku petani dalam menghadapinya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko produksi budidaya bawang merah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai refleksi untuk mengurangi tingkat resiko dalam produksi bawang merah. METODE PENELITIAN Studi ini dilaksanakan mulai dari bulan April hingga Mei 2022 melalui tahapan kajian pustaka. Kajian ini dilakukan dengan melakuan kajian terhadap 20 dua puluh hasil penelitian sebelumnya yang dipublikasikan antara tahun 2006 sampai 2021 di jurnal yang membahas tentang analisis risiko usahatani bawang merah di Indonesia yang digunakan sebagai acuan dan tidak mengumpulkan data secara langsung. Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai bahan penelitian yang berasal dari penelitian-penelitian sebelumnya, disajikan secara kuantitatif dan kualitatif Harlina dkk. 2018. Data sekunder adalah data yang sudah diperoleh berupa data yang dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur atau studi literatur. Menurut Zed 2008, dalam studi pustaka, pengumpulan pustaka tidak hanya sebagai langkah awal dalam menyiapkan kerangka penelitian namun juga memanfaatkan sumber-sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. Data-data yang diperoleh kemudian dikompilasi, dianalisa dengan baik untuk mendapatkan kesimpulan tentang risiko produksi dalam usahatani bawang merah. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tingkat Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah dan Perilaku Petani Adetya 2021 menyatakan bahwa petani dalam membuat suatu keputusan cenderung menghindari risiko yang disebabkan oleh kehidupan petani di pedesaan selalu berhadapan dengan ketidakpastian tentang cuaca dan adanya tuntutan dari luar. Berusaha menghindari kegagalan yang dapat menurunkan kesejahteraanya merupakan karakter asli 36 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah yang dimiliki oleh petani tanpa adanya kemauan untuk menghadapi risiko untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Analisis risiko produksi dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko yang ditimbulkan dalam produksi petani dalam kegiatan pertanian dengan memeriksa koefisien variasi CV. Koefisien variasi CV adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat risiko relatif dengan membandingkan standar deviasi dengan nilai yang diharapkan Adetya, 2021. Berdasarkan hasil penelitian Adetya 2021 di Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur mengemukakan bahwa tingkat risiko produksi budidaya bawang merah di Kabupaten Sampang cenderung rendah yang dikarenakan petani lokal menentukan waktu yang tepat untuk penanaman bawang merah yaitu sekitar bulan April atau Mei. Zul Mazwan dkk. 2020 yang melakukan penelitian di Kota Malang, Jawa timur juga menyatakan hal yang sama, dikarenakan petani lebih memilih menanam komoditas bawang merah hanya pada musim kemarau dimana Serangan hama dan penyakit tidak separah pada musim hujan, sehingga risikonya jauh lebih rendah. Ghozali & Wibowo 2019, dalam penelitiannya di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menemukan bahwa produksi tanaman bawang merah berisiko tinggi, terutama bila ditanam pada musim hujan off-season, tinggi, dan penggunaan pestisida cair. juga meningkat pesat, berdampak pada biaya produksi. Sejalan dengan penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Pasaribu 2017, kami juga menemukan bahwa budidaya bawang merah di luar musim memiliki risiko produksi yang tinggi. Hasil penelitian dari Nailufar dkk. 2019 di Kabupaten Serang, Jawa Tengah juga menyatakan tingkat resiko produksi dalam usahatani bawang merah termasuk dalam kategori tinggi. Semakin tinggi risiko dalam produksi pertanian, semakin tinggi risiko pendapatan bagi petani. Konsisten dengan apa yang dilaporkan Mutisari & Meitasari 2019 dalam penelitiannya di Kota Batu, Jawa Timur, risiko budidaya bawang merah relatif tinggi. Tabel 1 Tingkat Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Beberapa Lokasi Penelitian Sumber Data Diolah 2022 37 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Putri dkk. 2018 Sebuah studi yang dilakukan di desa Songan Kabupaten Bangli menemukan bahwa produksi budidaya bawang merah berisiko tinggi. Termasuk risiko tinggi karena dipengaruhi oleh ketinggian lahan dimana pada daerah atas atau lebih tinggi memiliki tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan daerah yang lokasinya lebih dibawah. Hal ini dikarenakan kelembaban udara dan curah hujan lebih tinggi pada daerah bawah yang juga mempengaruhi pertumbuhan bawang merah. Nadhilah 2019 dalam penelitiannya di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa risiko pendapatan merupakan risiko tertinggi dalam budidaya bawang merah. Tingginya risiko pendapatan sangat dipengaruhi oleh tingginya risiko Mengingat adanya kekhawatiran penurunan produksi akibat serangan hama, maka perlu dilakukan tindakan pencegahan seperti penyemprotan pestisida dan pemberian bahan kimia. Pendapatan usahatani bawang merah yang relatif tinggi di kota Medan memiliki kecenderungan risiko produksi yang relatif tinggi. Tingginya risiko produksi budidaya bawang merah juga ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Arya dkk. 2015 di Kabupaten Buleleng, Bali. Sebagai produk dengan nilai ekonomi tinggi dan risiko produksi tinggi juga cenderung tinggi diperlukan adanya strategi manajemen risiko mulai dari perencanaan usahatani seperti penentuan pola tanam, saat kegiatan budidaya dilakukan seperti pemakaian input yang berlebih dan setelah usahatani selesai atau panen yang meliputi kegiatan mempertahankan keberlanjutan usahatani setelah mengalami kegagalan seperti melakukan peminjaman dana dan pejualan aset serta penggunaan pendapatan sumber lainnya. Lawalata 2017 dalam penelitiannya di Kabupaten Bantul, provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa tingginya risiko produksi usahatani bawang merah menyebabkan petani berhati-hati dalam melakukannya sehingga mereka melakukan pola tumpang sari antara bawang merah dan cabai dengan tujuan mengurangi risiko yang ada. Perilaku petani dalam kegiatan usahatani sangat tergantung pada risiko yang dihadapi dan strategi mereka dalam menghadapi risiko yang ada baik risiko produksi maupun risiko harga output Arya dkk. 2015. Sikap petani terhadap risiko dalam pertanian dapat dibedakan menjadi kelompok petani yang penghindar risiko risk averse, petani netral risk neutral dan petani yang berani mengambil risiko risk enthusiast. Tabel 2 menunjukkan tanggapan petani terhadap risiko produksi tanaman bawang merah di beberapa daerah penelitian. Budiningsih & Pujiharto 2006 dalam penelitiannya di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah menyatakan petani cenderung bersikap netral yang kemungkinan disebabkan oleh persepsi petani terhadap risiko dalam usahatani sudah merupakan hal biasa dan pasti terjadi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmania Fajri & Fauziyah 2019 di Desa Pojanan Barat, Kabupaten Pamekasan yang menjelaskan bahwa perilaku petani terhadap risiko produksi dalam usahatani bawang merah juga cenderung bersikap netral yang artinya petani akan tetap membudidayakan bawang merah tidak terpengaruh oleh tingkat risiko yang ada dan memandang risiko sebuah hal biasa terjadi terlebih dalam kegiatan usahatani. 38 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Tabel 2 Berbagai Perilaku Petani terhadap Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Beberapa Lokasi Penelitian Sumber Data Diolah 2022 Mutisari & Meitasari 2019 dalam penelitiannya di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa petani rata-rata bersifat Risk Averter menghindari risiko. Kegagalan produksi akan mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan komoditas yang akan dibudidayakan selanjutnya. Sejalan dengan penelitian Putra dkk. 2020, di Desa Sajen, Kabupaten Mojokerto Petani bawang merah juga cenderung menghindari risiko risk aversion. Perilaku Petani dalam Budidaya Bawang Merah yang cenderung menghindari risiko juga disampaikan oleh Nadhilah 2019 dalam penelitiannya di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Petani di Kota Medan masih banyak yang enggan melakukan usaha tani bawang merah karena takut mengalami kegagalan produksi akibat serangan hama dan penyakit yang tidak dapat diprediksi. Sejalan dengan penelitian Lawalata 2017 yang dilakukan di Kabupaten Bantul, provinsi Jawa Tengah yang manyatakan bahwa petani di Kabupaten Bantul kebanyakan bersikap menolak atau menghindari risiko sehingga untuk mengurangi Risiko produksi tanaman bawang merah ditimbulkan oleh sistem budidaya bawang merah dan cabai campur. Tidak semua petani di wilayah studi netral atau risk-averse produksi dalam budidaya bawang merah. Di beberapa daerah, petani lebih berani mengambil risiko Risk Lover. Widyantara & Yasa 2013 melakukan penelitian di Desa Buahan, Kabupaten Bangli menyatakan bahwa meskipun kegiatan usaha tani bawang merah pada musim kemarau di daerah penelitian memiliki risiko Lebih besar dari musim hujan, petani masih berani mengambil risiko dengan selalu menanam bawang merah di musim hujan dan kemarau. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ester 2017 di Kabupaten solok, Provinsi Sumatera barat yang manyatakan bahwa petani cenderung berani menghadapi risiko karena mereka telah memahami bahwa dalam melakukan usaha tani pasti memiliki risiko dan untuk menghadapi risiko, petani melakukan strategi preventif dan mitigasi seperti pengaturan pola tanam, penggunaan mulsa, pananaman varietas bibit berbeda dan sebagainya. 39 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Risiko Usahatani Bawang Merah Kegiatan Pertanian sangat Rentan terhadap Serangan Hama dan Penyakit Kegiatan usahatani sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit yang merugikan petani. Risiko ketidakpastian yang cukup tinggi seperti kegagalan panen pada komoditas bawang merah dapat mendorong petani untuk beralih ke komoditas lain untuk dibudidayakan khususnya komoditas yang bernilai ekonomis tinggi namun dengan risiko produksi yang rendah. Sumber faktor risiko produksi bawang merah di beberapa daerah penelitian yang diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya. Anda bisa melihatnya di Tabel 3. Putra dkk. 2020 dalam penelitiannya di Kabupaten Mojokerto menyatakan Ada dua variabel yang mempengaruhi risiko dalam produksi bawang merah yaitu pupuk urea dan ZA karena memiliki nilai probabilitas yang jauh di bawah probabilitas. Penggunaan urea yang berlebihan akan merusak tanah dan mengganggu keseimbangan unsur hara yang akan mempengaruhi kualitas tanah. Lawalata 2017 yang melakukan penelitian di Kabupaten Bantul, provinsi Jawa Tengah yang manyatakan bahwa serangan hama dan faktor cuaca yang tidak menentu merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi risiko. Penggunaan pestisida dan obat-obatan banyak digunakan untuk mengurangi risiko produksi dalam budidaya bawang merah. Tabel 3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada beberapa Lokasi Penelitian Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Sumber Data Diolah 2022 40 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghozali & Wibowo 2019 di Kabupaten Nganjuk, Nailufar dkk. 2019 dalam penelitiannya di Kabupaten Serang, Putri dkk. 2018 dalam penelitiannya di Desa Songan Kabupaten Bangli, Nurul Nadhilah 2019 dalam penelitiannya di Kota Medan, Rahmania Fajri & Fauziyah 2019 dalam penelitiannya di Desa Pojanan Barat Kabupaten Pamekasan serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Ester 2017 di Kabupaten solok Provinsi Sumatera barat, semuanya menyatakan bahwa serangan Hama serta kondisi cuaca sangat mempengaruhi tingkat resiko dalam produksi bawang merah, sehingga penggunaan pestisida sangat tinggi. Mutisari & Meitasari 2019 dalam penelitiannya di kota Batu, Provinsi Jawa Timur, menyampaikan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat risiko produksi budidaya bawang merah adalah Infestasi hama dan penyakit. Berdasarkan dari penelitian Arya dkk. 2015 di Kabupaten Buleleng dan penelitian di kota Malang Zul Mazwan dkk. 2020 faktor utama dalam budidaya bawang merah adalah hama dan penyakit. Pemakaian pestisida dan obat-obatan berlebih untuk menangani serangan hama penyakit tersebut dikhawatirkan berdampak pada kesehatan petani dan kerusakan lingkungan sekitar dalam waktu panjang. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1 Risiko produksi budidaya bawang merah tidak sama di semua wilayah, namun sebagian besar wilayah termasuk dalam kategori risiko produksi tinggi dan hanya beberapa wilayah yang termasuk dalam kategori risiko produksi rendah. mempertaruhkan. 2 Perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dalam budidaya bawang merah sangat bergantung pada persepsi risiko dan pengalaman petani dalam budidaya bawang merah. Sebagian besar kelompok petani bersikap menghindari risiko Risk Averter, beberapa kelompok petani berani menerima risiko Risk Lover dan sebagian kecil bersikap netral terhadap risiko Risk Neutral. 3 Hama dan penyakit, serta kondisi cuaca/iklim merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tingkat risiko produksi budidaya bawang merah. Adapun saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah 1 Bagi petani, harus memahami terlebih dahulu risiko produksi yang berpotensi muncul pada saat ingin membudidayakan suatu komoditas seperti bawang merah, sehingga memiliki persepsi terhadap risiko tersebut dan mampu melakukan pengendalian pada saat risiko tersebut muncul. 2 Bagi petani, sebaiknya melakukan mitigasi dan identifikasi risiko produksi yang sering dan berpotensi muncul di daerahnya masing-masing sehingga dapat melakukan pengendalian lebih awal seperti melakukan pola tanam, penggunaan varietas unggul, penggunaan pupuk organik serta pestisida nabati/ hayati dalam pemberantasan hama. 3 Guna mengurangi dampak kerusakan lingkungan dan ketahanan tanaman daun bawang terhadap hama/penyakit, petani dihimbau untuk menggunakan pestisida dan formulasinya sesuai dengan dosis yang dianjurkan. 4 Untuk studi lebih lanjut, beberapa hasil saat ini untuk analisis risiko pendapatan tanaman bawang merah dapat diperiksa dengan menggunakan metode tinjauan literatur. 41 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah DAFTAR PUSTAKA Adetya, A. 2021. Analisis Produksi, Pendapatan dan Risiko Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Sokobanah Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Agriscience, 25, 17–31. Astuti, L. T. W., Daryanto, A., Syaukat, Y., & Daryanto, H. K. 2019. Analisis Resiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Musim Kering dan Musim Hujan di Kabupaten Brebes. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 34, 840–852. Budiningsih, S., & Pujiharto. 2006. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Klikiran Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Agritech, 81, 127–143. Ester, M. W. 2017. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah Allium Ascalonium L. Di Nagari Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Skripsi. Universitas Andalas. Ghozali, M. R., & Wibowo, R. 2019. Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Petak Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 32, 294–310. Kemendag RI. 2020. Profil Komoditas Bawang Merah. Kementerian Perdagangan, 1–38. Lawalata, M. 2017. Risiko Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul. Jurnal Agrica, 102, 56. Mutisari, R., & Meitasari, D. 2019. Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Kota Batu. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 33, 655–662. Nailufar, S. F., Anggraeni, D., Sari, R. M. 2019. Analisis Risiko Produksi dan Penawaran Bawang Merah Kasus di Desa Toyomerto Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. Ilmu Pertanian Tirtayasa, 11, 22–36. Nurul Nadhilah. 2019. Analisis Risiko Produksi , Harga dan Pendapatan pada Usaha Pembenihan Bawang Merah Allium Cepa Var . Ascalonicum Kasus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. 1–85. Pasaribu, S. M. 2017. Risiko Produksi Pangan Tantangan dan Peluang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bogor, 206–224. 42 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Pusdatin. 2019. Outlook Bawang Merah Komoditas Pertanian Subsektor Holtikultura. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, 1–71. Putra, Y. H., Dwi Susilowati, & Farida Syakir. 2020. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Sajen Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 82, 49–58. Putri, A., Dewi, R. K., & Yudhari, I. D. A. S. 2018. Analisis Risiko Produksi Bawang Merah di Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 73, 392. Rahmania Fajri, S., & Fauziyah, E. 2019. Keterkaitan Efisiensi Teknis dan Perilaku Risiko Petani Usahatani Bawang Merah Varietas Manjung. Jurnal Hortikultura Indonesia, 93, 188–196. Widyantara, W., & Yasa, N. 2013. Iklim Sangat Berpengaruh terhadap Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Allium Ascalonicum L. E-Journal Agribisnis dan Agrowisata, 21, 32–37. Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta Yayasan Obor Indonesia. Zul Mazwan, M., Tarik Ibrahim, J., & A M Fadlan, W. 2020. Risk Analysis of Shallot Farming in Malang Regency, Indonesia. Agricultural Social Economic Journal, 203, 201–206. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Produksi, Pendapatan danA AdetyaAdetya, A. 2021. Analisis Produksi, Pendapatan dan Risiko Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Sokobanah Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Agriscience, 25, Resiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Musim Kering dan Musim Hujan di Kabupaten BrebesL T W AstutiA DaryantoY SyaukatH K DaryantoAstuti, L. T. W., Daryanto, A., Syaukat, Y., & Daryanto, H. K. 2019. Analisis Resiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Musim Kering dan Musim Hujan di Kabupaten Brebes. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 34, 840-852. Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Klikiran Kecamatan Jatibarang Kabupaten BrebesS BudiningsihPujihartoBudiningsih, S., & Pujiharto. 2006. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Klikiran Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Agritech, 81, Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Petak Kecamatan Bagor Kabupaten NganjukM R GhozaliR WibowoGhozali, M. R., & Wibowo, R. 2019. Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Petak Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 32, 294-310. I KemendagKemendag RI. 2020. Profil Komoditas Bawang Merah. Kementerian Perdagangan, Usahatani Bawang Merah di Kabupaten BantulM LawalataLawalata, M. 2017. Risiko Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul. Jurnal Agrica, 102, 56. Risiko Produksi dan Penawaran Bawang Merah Kasus di Desa Toyomerto Kecamatan Kramatwatu Kabupaten SerangS F NailufarD AnggraeniR M SariNailufar, S. F., Anggraeni, D., Sari, R. M. 2019. Analisis Risiko Produksi dan Penawaran Bawang Merah Kasus di Desa Toyomerto Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. Ilmu Pertanian Tirtayasa, 11, Risiko Produksi , Harga dan Pendapatan pada Usaha Pembenihan Bawang Merah Allium Cepa Var . Ascalonicum KasusNurul NadhilahNurul Nadhilah. 2019. Analisis Risiko Produksi, Harga dan Pendapatan pada Usaha Pembenihan Bawang Merah Allium Cepa Var. Ascalonicum Kasus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Produksi Pangan Tantangan dan Peluang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian BogorS M PasaribuPasaribu, S. M. 2017. Risiko Produksi Pangan Tantangan dan Peluang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bogor, 206-224.

analisa usaha bawang merah hidroponik